Pages

feature content slider

Powered by Blogger.

Pages - Menu

Popular Posts

Blogger templates

[gudang-ilmu] Artikel – Jika Perusahaan Diakuisisi, Saya Mesti Gimana?

[gudang-ilmu] Artikel – Jika Perusahaan Diakuisisi, Saya Mesti Gimana?

 

Artikel – Jika Perusahaan Diakuisisi, Saya Mesti Gimana?
 
Hore, Hari Baru! Teman-teman.
 
Catatan Kepala:"Bagi karyawan yang bagus, proses akuisisi tidak menimbulkan dampak apapun selain kesempatan untuk lebih berkembang. "
 
Ya, kalau perusahaan tempat saya bekerja diakuisisi; saya mesti bagaimana? Bagi mereka yang belum pernah ikut dalam pusaran proses akuisisi atau merger, hal ini bisa menimbulkan kecemasan tersendiri. Tidak kurang menegangkannya pula bagi mereka yang pernah mengalaminya. Kekhawatiran sering terlihat lebih dominan daripada kegembiraan, khususnya dikalangan karyawan perusahaan yang 'diakuisi'.   Kenyataannya, kekhawatiran itu sering terlampau dilebih-lebihkan sehingga dampak negatif dari proses akuisisi atau merger itu lebih banyak timbul karena hal-hal emosional atau lahir dari bentuk kecurigaan secara berlebihan. Tidak masalah, apakah saat ini sedang menghadapi proses akuisi atau tidak; kita perlu bersikap dan bertindak lebih konstruktif dalam menghadapi proses itu. Kenapa? Karena akuisisi, sudah dan akan menjadi trend baru dalam dunia bisnis kita. Bahkan…., Anda tidak tahu jika top management Anda mungkin sedang menegosiasikannya sekarang…..
 
Setiap kali menghadiri upacara pernikahan (bukan pestanya, tapi upacaranya) saya selalu membayangkan bagaimana jika kelak saya harus menikahkan anak gadis saya dengan lelaki pilihannya. Konon, tak seorang Ayah pun bisa benar-benar menggambarkan perasaan hatinya ketika melepas putri tercintanya untuk menikah. Dalam pernikahan, dua keluarga menyatu seperti dua perusahaan yang merger. Tetapi, bagi ayah sang gadis; pernikahan itu lebih mirip seperti akuisisi. Tidak sama persis. Tetapi, sangat mirip sekali sehingga benaknya dipenuhi berjuta tanya; akankah lelaki itu memperlakukan anakku dengan santun? Bisakah anak kemarin sore itu membahagiakan gadis kecilku? Mampukah si bau kencur itu memberikan kecukupan materi? Bersediakah keluarga itu menjaga harga diri dan kehormatan putri tercintaku? Tidak sama persis. Tetapi, kira-kira berjuta pertanyaan serupa itulah yang memenuhi benak kita saat mengetahui perusahaan ini akan diakuisisi. Bagi Anda yang tertarik
menemani saya belajar bertindak secara tepat ditengah proses akusisi, saya ajak memulainya dengan mempraktekkan 5 sudut pandang Natural Intelligence berikut ini:
 
1.      Jauhilah pengaruh negatif dari lingkungan.  Hal paling mendasar yang perlu Anda lakukan dalam proses akuisisi adalah; menjauhi pengaruh negatif dari lingkungan disekitar Anda. Kenapa? Kebanyakan orang memandang buruk proses akuisisi, makanya mereka sering bersikap negatif terhadap gagasan sebagus apapun yang terkait akuisisi. Dan, biasa dong; mereka senang menarik teman-temannya untuk ikut bikin ribut. Waspadai itu. Proses akuisisi juga mungkin akan mengganggu kenyamanan orang-orang tertentu. Ada yang jabatannya turun. Ada yang otoritasnya diperkecil. Ada yang jalur cepatnya terhambat. Jika orang-orang yang terkena dampak ini tidak bersikap positif, biasanya ada saja 'efek samping' berupa perilaku 'sulit bekerjasama'. Wajar? Wajar dong. Siapa yang akan berdiam diri jika kepentingan pribadinya terganggu. Siapapun berhak untuk memperjuangkannya. Yang tidak wajar adalah ketika ada usaha-usaha untuk menggalang kekuatan masa yang bisa
dimanfaatkan oleh para 'pemancing diair keruh'. Khusus untuk Anda; jauhilah semua pengaruh dan ajakan negatif dari siapapun. Dan sokonglah setiap langkah positif, ikut sertalah, dan berperan aktiflah dalam usaha-usaha yang positif dan konstruktif.
 
2.      Tentukan sendiri masa depanmu. Dalam proses akuisisi atau merger, pertanyaan umum ini berbunyi nyaring; akan menjadi seperti apakah masa depan saya di perusahaan nanti? Sejauh pengalaman dan pengamatan saya, merger atau akuisisi itu selalu berdampak positif kepada pekerja dengan 2 kualitas, yaitu; mereka yang berkinerja bagus, dan mereka yang kooperatif terhadap kebijakan yang diambil oleh managemen. Jadi kesimpulannya; setiap orang memiliki pilihannya sendiri untuk menentukan apakah proses akuisisi itu berdampak baik bagi dirinya atau malah berdampak buruk? Anda yang memenuhi dua criteria itu – berkinerja tinggi dan kooperatif – tidak perlu mengkhawatirkan apapun. Justru dengan dua kualitas yang Anda miliki itu, nilai Anda dimata management menjadi sangat tinggi. Banyak bukti bahwa karyawan di perusahaan yang 'mengakuisisi' pun malah tidak diberi peran signifikan. Justru orang-orang bagus dari perusahaan yang diakuisisi itu malah
mendapatkan kepercayaan besar untuk memainkan peran yang lebih besar. So, jika Anda menghadapi proses akusisi, ubahlah pertanyaan "Akan menjadi seperti apakah masa depan saya di perusahaan nanti?" menjadi; "Apa yang bisa saya lakukan untuk membuat masa depan karir saya lebih baik setelah akuisisi ini?" Andalah yang menentukan masa depan karir Anda, bukan management perusahaan yang mengakuisisi.
 
3.      Belajarlah beradaptasi dengan hal baru. Akuisisi selalu berarti hal baru. Hal ini tidak hanya berlaku bagi karyawan di perusahaan yang 'diakuisisi', melainkan juga karyawan di perusahaan yang 'mengakuisisi'. Jangan kira hanya Anda yang terkena dampaknya. Mereka pun sama kok. Hal baru ini berlaku untuk seluruh elemen perusahaan sehingga tak seorang pun terbebas dari kemungkinan mendapatkan hal-hal baru. Oleh karena itu, kita harus belajar untuk beradaptasi dengan hal baru. Mungkin suasana kerjanya baru. Mungkin managemen baru. Mungkin tuntutan baru. Mungkin kebijakan baru. Bisa berupa hal baru apa saja. Bayangkan jika Anda tidak mampu beradaptasi dengan hal-hal baru itu; Anda akan tertinggal. Adaptasi. Itulah kata kunci yang selalu bisa kita andalkan. Tidak satupun kondisi lingkungan yang bisa mengalahkan orang-orang yang mampu beradaptasi. Karena orang-orang yang mampu beradaptasi selalu bisa menempatkan dirinya 'sesuai' dengan
kondisi lingkungan tempat tinggalnya. Ini contoh nyata; seorang teman biasa datang telat ke kantor. Eh, tiba-tiba perusahaannya diakuisi perusahaan asing yang terkenal keras soal kedisiplinan. Selama ini, atasannya yang lebih muda tidak berani menegurnya. Setelah akuisisi itu, dia tidak berhadapan dengan atasan. Dia berhadapan dengan system absensi dan managemen kinerja yang tertata rapi. Bisakah Anda membayangkan apa yang akan terjadi pada orang itu jika tidak mau beradaptasi? Hmmh, makanya; belajarlah beradaptasi dengan hal baru.
 
4.      Lahirlah kembali sebagai pribadi baru. Akuisisi sering memberi kita kesempatan untuk terahir kembali sebagai pribadi baru. Kenapa? Karena begitu banyak hal yang selama ini tidak kita lakukan meskipun kita memiliki kesempatan. Oh ya? Iya. Mungkin selama ini kita tidak terlampau bersungguh-sungguh mengeksplorasi seluruh kapasitas diri yang kita miliki. Mungkin selama ini kita sudah terbawa arus lingkungan yang terbiasa berleha-leha. Mungkin selama ini, kita terlalu banyak menyia-nyiakan kesempatan untuk mengembangkan diri. Akuisisi adalah momentum yang tepat bagi Anda untuk memulai tindakan-tindakan konstruktif yang jauuuuuuh lebih baik daripada yang biasanya Anda lakukan selama ini. Jika akuisisi itu menjadikan perusahaan Anda seolah terlahir kembali menjadi organisasi baru yang lebih besar, lebih kokoh, lebih bonafide; mengapa Anda tidak menjadikan momentum akuisisi itu sebagai titik permulaan dari proses tumbuh kembangnya pribadi Anda yang
lebih terampil, lebih rajin, lebih berdisiplin, lebih berdedikasi, sehingga Anda bisa menjadi seorang profesional yang juga jauuuuuuuh lebih baik dari kebanyakan karyawan lainnya. Anda, bisa menggunakan proses akuisisi itu sebagai momentum untuk terlahir kembali sebagai pribadi baru.
 
5.      Jadilah pribadi yang layak dinilai tinggi. Banyak orang yang selama ini merasa kurang diapresiasi. Ketahuilah bahwa dalam setiap proses akuisi selalu ada sebuah assessment yang 'pasti' dilakukan oleh perusahaan yang mengakuisisi. Tahukah Anda apa itu? Itu adalah assessment terhadap 'sumber daya manusia'. Banyak akuisisi yang yang mensyaratkan agar karyawan dipertahankan, entah seluruhnya atau hanya sebagian. Sebagai bagian dari negosiasi, perusahaan yang mengakuisisi akan mengabulkannya dengan satu syarat; karyawan memenuhi criteria standar minimal mereka. Maka ketahuilah juga bahwa sejak hari pertama proses akusisi itu berlangsung; perusahaan yang mengakuisisi memantau secara ketat setiap individu yang berada dalam organisasi itu. Supaya gampang, saya pesankan; ingatlah 2 hal yang saya jelaskan dalam poin #2 diatas. Anda masih mengingatnya? Ya – kinerja tinggi dan kooperatif. Fokuslah kepada 2 hal itu. Perbaiki kinerja Anda
melalui proses kerja yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Tunjukkan bahwa Anda benar-benar memiliki kemauan untuk bekerja dengan sebaik-baiknya. Dan tunjukkanlah bahwa Anda bersedia bersikap kooperatif dengan perusahaan. Percayalah, jika dalam dua aspek itu Anda bagus, maka Anda akan mendapatkan penilaian yang tinggi. Dan Anda, akan baik-baik saja.
 
Diakui atau tidak, proses akuisisi selalu melahirkan kecemasan khususnya bagi mereka yang berada pada posisi diakuisisi. Sekarang, izinkan saya untuk mengatakan kepada Anda bahwa akuisisi adalah sebuah kata yang berarti 'terbukanya ribuan bahkan jutaan kesempatan'. Tidak ada yang perlu Anda cemaskan selama Anda bisa menempatkan diri dan menunjukkan kemampuan yang tinggi. Tidak ada yang perlu Anda khawatirkan jika Anda bersikap koperatif sambil terus menerus menunjukkan kualitas kerja yang berkelas. Karena bagi mereka yang memiliki kualitas kelas atas itu; akuisisi tidak menimbulkan dampak apapun selain kebaikan. So, sekarang Anda sudah tahu apa yang harus dilakukan ketika perusahaan Anda diakuisisi. Bisa?
 
Mari Berbagi Semangat!
DEKA - Dadang Kadarusman – 27 Desember2011
Trainer of Natural Intelligence Leadership Training
Penulis buku"Natural Intelligence Leadership"(Sedang dicetak di penerbit)
 
Catatan Kaki:
Akuisisi selalu berdampak positif bagi orang-orang yang berkinerja tinggi dan bersikap kooperatif
 
Silakan di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain, langsung saja; tidak usah minta izin dulu. Tapi tolong, jangan diklaim sebagai tulisan Anda sendiri supaya pahala Anda tidak berkurang karenanya.
 
Tentang Dadang Kadarusman
~ Spesialisasi training di bidang: NATURAL INTELLIGENCE dan penerapannya dalam LEADERSHIP, PERSONNEL DEVELOPMENT dan PERSONAL EXCELLENCE ~ (Phone: 0812 19899 737 – www.dadangkadarusman.com )

Follow DK on Twitter @dangkadarusman

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
MARKETPLACE

Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.

.

__,_._,___
[gudang-ilmu] Artikel – Benahi Sendiri, Sebelum Orang Lain Melakukannya

[gudang-ilmu] Artikel – Benahi Sendiri, Sebelum Orang Lain Melakukannya

 

Artikel – Benahi Sendiri, Sebelum Orang Lain Melakukannya
 
Hore, Hari Baru! Teman-teman.
 
Catatan Kepala:"Memperbaiki diri dengan kesadaran sendiri jauh lebih menyenangkan daripada melakukannya karena disuruh oleh orang lain."
 
Apakah Anda bersedia dikritik? "Kenapa tidak?" Biasanya begitu kita menjawab pertanyaan seperti itu. Anehnya, kita tidak benar-benar nyaman ketika seseorang mengkritik kita. Ada saja perasaan kesal terhadap kritikan, atau orang yang melontarkan kritik itu. Hal itu menunjukkan bahwa kita tidak benar-benar terbuka terhadap kritikan dari orang lain. Jangankan dikritik, dikomentari dengan kalimat-kalimat yang tidak sesuai dengan keinginan saja kita sudah sering kesal. Padahal kita sudah mendeklarasikan diri sebagai pribadi yang siap dikritik. Anda sadar bahwa kritikan sangat penting untuk mengoreksi hal-hal yang kurang tepat dalam diri Anda. Tetapi, apakah Anda benar-benar siap dikritik tanpa merasa panas di kuping atau kesal didalam hati ketika mendengarnya?
 
Ketika pembantu rumah tangga kami berganti, kami pergi ke luar kota untuk beberapa hari. Setiba kembali di rumah, saya mendapati meja kerja saya sudah sangat rapi dan bersih. Lazimnya, kita suka dengan kebersihan dan kerapian. Tetapi saat itu saya benar-benar tidak menyukainya. Pembantu baru kami 'berinisiatif' untuk membereskan 'kekacauan' yang terjadi diatas meja kerja itu. Sedangkan bagi saya, inisiatifnya telah menyebabkan 'kekacauan' susunan file dan dokumen-dokumen penting. Untuk beberapa saat, saya gamang harus memulai pekerjaan dari bagian yang mana. Salahkah pembantu itu? Tidak, karena menurut norma umum; permukaan meja harus bersih dan rapi. Pelan-pelan saya menyadari bahwa hidup kita, kira-kira seperti itu juga. Kebenaran pribadi kita, perlu disesuaikan dengan norma yang berlaku dilingkungan secara umum. Jika tidak, maka seseorang akan berupaya untuk 'membereskan' sesuatu yang tampak tidak selaras dengan norma umum itu.  Bagi
Anda yang tertarik menemani saya belajar menyelaraskan nilai-nilai pribadi dengan norma umum, saya ajak memulainya dengan memahami 5 sudut pandang Natural Intelligence berikut ini:
 
1.      Atasi salah faham dengan pengertian. Saya tahu meja saya berantakan. Tapi semua yang ada dimeja saya penting – bukan sampah.  Saya tidak berhasil menemukan beberapa diantaranya karena pembantu baru kami telah membuangnya ke tempat sampah. Dimata saya, catatan sekecil apapun penting karena didalamnya ada sekumpulan ide. Catatan penting dari pembicaraan telepon. Boarding-pass yang harus dilaporkan, atau rute ke tempat rapat yang harus saya hadiri. Dimata pembantu saya; kertas kecil yang 'berserakan' diatas meja adalah perusak kerapian. Jelas sekali jika ada perbedaan nilai disini. Jika saya menyalahkannya, sama artinya dengan menghardik balik orang-orang yang mengkritik dengan niat untuk membuat hidup saya lebih baik. Orang lain memiliki sudut pandangnya sendiri. Hal itu benar dari titik dimana dia melihatnya. Sedangkan saya, mempunyai alasan sendiri yang juga benar dari tempat saya berpijak. Perdebatan, persetruan, maupun pertikaian
kita sering disebabkan oleh perbedaan sudut pandang ini. Dan hal ini hanya bisa diselesaikan dengan saling pengertian. Saya mengerti mengapa seseorang melakukan sesuatu. Dan orang itu mengerti alasan dibalik perilaku dan tindakan saya. Setelah terbangun saling pengertian itu; tidak ada lagi salah faham. Karena pengertian dapat mengatasi salah faham.
 
2.      Perbaiki dengan kesadaran sendiri. Saya selalu meyakini bahwa setiap helai kertas di meja kerja saya sangat penting. Tidak ada sampah. Jadi, tidak seorang pun boleh membuang apapun yang ada di meja saya. Sama dengan perilaku kita. Kita merasa semua yang kita lakukan itu baik dan berharga. Makanya, kita tidak ingin ada orang yang mengusiknya. Faktanya, ada saat-saat dimana saya membereskan sendiri meja kerja saya. Dan setiap kali saya melakukannya, selalu ada setumpuk kertas yang saya buang ke tempat sampah. Jadi, klaim saya tentang semua kertas itu penting tidak berlaku lagi. Hidup kita juga begitu; tidak semua tindakan, pemikiran dan perbuatan yang kita anggap bernilai itu benar-benar bernilai. Tapi, mengapa saya kesal ketika pembantu membereskannya namun senang hati ketika kertas-kertas itu saya buang sendiri? Tepat sekali. Karena ketika 'membereskannya sendiri' saya melakukannya dengan suka rela. Tidak ada berat hati jika kita
melakukannya sendiri. Maka begitu pula dengan perilaku tidak terpuji kita. Setiap kali orang mengkritik, secara refleks kita mengambil sikap defensif. Setiap kali orang 'membeberkan' kelemahan atau keburukan-keburukan kita; maka kita membela diri. Bahkah sudah tertangkap tanganpun, kita masih bisa mencari alibi. Tetapi, coba ingat kembali ketika kesadaran itu datang dari dalam diri sendiri. Kita tidak berselera untuk membela diri. Kita tidak terarik untuk beradu argument di pengadilan. Kita menerima saja dengan sepenuh hati. Karena kita melakukannya dengan kesadaran sendiri.
 
3.      Selaraskan prinsip pribadi dengan norma umum. Setiap kali saya faham mengapa seseorang melakukan sesuatu, saya melihat alasan yang tepat dibalik tindakannya. Minimal, saya memakluminya. Begitu pula halnya dengan orang lain yang memahami alasan saya. Tetapi meski mengerti alasan mereka; ada kalanya kita tidak boleh membiarkannya melakukan itu. "Ini urusan pribadi saya, kamu tidak berhak ikut campur," begitu seseorang menghardik saya. Benar, itu hak pribadi dia; terserah mau melakukan apa saja. Namun, jika perilaku pribadinya itu mencemarkan nama baik lingkungan atau mengganggu orang lain; maka kita tidak bisa memberinya tempat. Hal itu berlaku untuk siapa saja. Kita sendiri pun begitu. Selama menjadi bagian dari komunitas sosial di lingkungan tempat tinggal, maka kita harus bisa menyelaraskan prinsip pribadi dengan norma umum. Seseorang ngotot bahwa tindakannya adalah hak pribadi yang tidak boleh dicampuri. Masalahnya, ditengah malam yang
sunyi ada sekelompok orang yang mendatangi rumah saya dan mengadukan perilakunya yang merugikan orang lain. Maka tidak ada perilaku pribadi yang mengganggu kepentingan orang lain yang boleh dibiarkan terus berlangsung. Mengapa? Karena setiap individu memiliki tanggungjawab sosialnya masing-masing. Tanggungjawab sosial tidak selalu berarti harus memberi sesuatu berupa materi untuk kegiatan sosial. Hal paling mendasarnya adalah; harus menghindari perilaku-perilaku pribadi yang bisa merusak tatanan dan kehidupan sosial. Maka penting bagi kita, untuk belajar menyelaraskan prinsip pribadi dengan norma umum.
 
4.      Tinggallah dalam lingkungan yang baik. Tetapi bukankah norma umum belum tentu mengandung kebenaran? Bergantung dimana kita tinggal. Jika Anda tinggal dalam lingkungan yang terdiri dari orang-orang yang selalu menjaga kehormatan, perilaku dan nilai-nilai kebaikan; bisa dipastikan jika norma umum yang berlaku mengandung kebenaran. Sebaliknya, jika kita tinggal di lingkungan yang buruk; maka norma umum yang berlaku disana kemungkinan besar ya buruk juga. Kita tahu bahwa lingkungan memiliki pengaruh yang sangat kuat kepada nilai pribadi kita. Makanya, orang-orang yang awalnya baik bisa berubah menjadi buruk setelah masuk ke lingkungan yang buruk. Hari ini, mungkin Anda punya prinsip bahwa; 'mengambil meski hanya satu rupiah yang bukan hak Anda adalah perbuatan nista'. Besok, mungkin saja lingkungan Anda membisikkan bahwa; 'mengambil sedikit mah tak apa karena hal itu sudah menjadi kebiasaan lumrah disini'. Jika kita ingin menjadi orang
yang baik, sungguh beresiko jika memilih tinggal dalam lingkungan yang buruk. Maka jika kita mengetahui lingkungan kita sudah sangat buruk; jangan terus menerus tinggal disana dong. Kecuali jika Anda memiliki kemampuan untuk membentengi diri dari rembesan pengaruh norma umum yang buruk itu. Atau Anda memang mempunyai kekuatan untuk melakukan perubahan disana. Tetapi jika tidak; jauh lebih masuk akal jika kita cari saja tempat lain yang lebih baik. Perlahan-lahan bergeserlah; agar lebih mendekat kepada lingkungan yang baik. Yaitu lingkungan yang bisa memberi pengaruh baik kepada nilai pribadi kita.
 
5.      Mengacu pada kebenaran mutlak.  Fakta menunjukkan bahwa norma umum pun tidak memiliki kebenaran mutlak. Di lingkungan yang buruk, norma yang berlaku ya juga buruk. Di lingkungan yang baik, kebanyakan orang mempertahankan nilai-nilai yang baik. Bahkan, baik menurut satu komunitas tertentu belum tentu juga baik menurut komunitas lainnya. Oleh karenanya, kita mesti belajar untuk mengacu kepada satu titik acuan yang sama. Itulah pula sebabnya mengapa kita membutuhkan bimbingan yang sifatnya universal. Berlaku di lingkungan dan zaman manapun. Adakah hukum seperti itu bisa dibuat oleh manusia? Tidak. Karena manusia memiliki banyak keterbatasan yang mengungkung jangkauan logika dan nuraninya. Maka tidak ada hukum lain yang bisa dijadikan acuan universal itu selain hukum yang dibuat oleh Dzat yang menciptakan alam semesta. Sebagai satu-satunya yang mengetahui segala rahasia dan mekanisme yang berjalan di alam, Dia yang menciptakan itulah yang juga
mengaturnya. Oleh sebab itu, kita perlu belajar untuk mengacu kepada kebenaran mutlak. Dengan mengacu kepada hukum yang satu dan dibuat oleh Yang Maha Satu itu, kita akan mempunyai satu 'timbangan' yang menentukan kualitas tindakan dan perilaku kita. Dengan begitu, tidak ada lagi penilaian yang dibumbui oleh kepentingan pribadi. Tidak pula yang dipengaruhi oleh intrik kelompok atau komunitas yang kita tinggali. Karena kebenaran yang bersumber kepada hukum Tuhan, adalah kebenaran mutlak hingga layak untuk kita jadikan sebagai titik tempat berpijak.
 
Kita boleh berdebat dengan sesama manusia tentang kebenaran nisbi yang sama-sama kita pertahankan. Boleh membayar pengacara paling mahal untuk memberikan pembelaan. Boleh melarikan diri ke tempat paling jauh untuk bersembunyi. Boleh juga berpura-pura sakit. Tetapi, apa bisa sih kita menghindar dari ikatan hukum yang dibuat oleh Tuhan? Tidak. Maka tidak ada pilihan lain selain mengikuti kebenaran yang sudah Tuhan gariskan melalui ajaran yang disebarkan oleh para Nabi suci yang diutusNya. Jika patuh kepada ajaran itu, kita tidak mungkin tersungkur ke lembah perilaku nista hewani sehingga diri kita akan tetap terjaga. Dan dengan begitu, kita tidak perlu menunggu orang lain yang membenahi diri kita. Karena kita, bisa membenahi diri sendiri, sebelum orang lain melakukannya. Yaitu membenahi diri, dengan bimbingan hukum dan aturan Ilahi.
 
Mari Berbagi Semangat!
DEKA - Dadang Kadarusman – 23 Desember2011
Trainer of Natural Intelligence Leadership Training
Penulis buku"Natural Intelligence Leadership"(Sedang dicetak di penerbit)
 
Catatan Kaki:
Kebenaran apapun yang kita yakini selalu bisa diperdebatkan, selama tidak berpijak kepada hukum-hukum yang sudah Tuhan tentukan.
 
Silakan di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain, langsung saja; tidak usah minta izin dulu. Tapi tolong, jangan diklaim sebagai tulisan Anda sendiri supaya pahala Anda tidak berkurang karenanya.
 
Tentang Dadang Kadarusman
~ Spesialisasi training di bidang: NATURAL INTELLIGENCE dan penerapannya dalam LEADERSHIP, PERSONNEL DEVELOPMENT dan PERSONAL EXCELLENCE ~ (Phone: 0812 19899 737 – www.dadangadarusman.com )

Follow DK on Twitter @dangkadarusman

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
MARKETPLACE

Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.

.

__,_._,___
[gudang-ilmu] Artikel – Para Pejuang Di Kilang

[gudang-ilmu] Artikel – Para Pejuang Di Kilang

 

Artikel – Para Pejuang Di Kilang
 
Hore, Hari Baru! Teman-teman.
 
Catatan Kepala:"Kita sering tidak menyadari keberadaan orang-orang penting yang rela menempuh resiko demi memudahkan hidup kita."
 
Berapa banyak bahan bakar minyak yang Anda konsumsi selama ini? Apapun jenis bahan bakar itu, kita merasa sudah 'memilikinya' begitu menyerahkan sejumlah uang kepada petugas POM bensin. Dengan Rp.200,000.- misalnya, kita sudah 'memiliki' sekitar 33,3 liter Premium atau sekitar 24 liter Pertamax. Tetapi, pernahkah Anda bertanya; apakah setiap rupiah yang kita keluarkan untuk membeli BBM itu sepadan dengan 'pengorbanan' orang-orang yang bekerja di kilang minyak? Dulu, saya selalu mengira demikian. Kan saya sudah membayar harganya. Bahkan kita, inginnya membayar dengan harga yang semurah-murahnya; namun maunya mendapatkan yang sebanyak-banyaknya. Hari ini, cara pandang saya berubah 180 derajat. Tahukah Anda mengapa?
 
Saya selalu gembira setiap kali berkesempatan untuk mengunjungi fasilitas dan proses produksi yang dimiliki oleh klien-klien pelatihan saya. Hal ini sangat membantu saya untuk lebih memahami; 'apa yang mereka lakukan setiap hari'. Dengan demikian saya bisa semakin menyesuaikan materi pelatihan saya dengan keseharian aktual mereka. Terlebih lagi di industri-industri yang saya tidak memiliki pengalaman kerja di bidang itu, semisal pertambangan dan eksplorasi. Pekan lalu, saya berkesempatan untuk mengenal lebih dekat aktivitas sahabat-sahabat saya di kilang minyak milik Pertamina di Dumai. Sungguh, kunjungan itu telah membalikkan paradigma saya tentang 'membeli BBM'. Jika selama ini saya mengira dengan membayar beberapa ribu akan menjadikan saya sebagai pemilik sejumlah Premium atau Pertamax, maka sekarang saya menyadari bahwa kita sering tidak menydadari keberadaan orang-orang penting yang rela menempuh resiko demi memudahkan hidup kita. Bagi Anda
yang tertarik menemani saya belajar menyadari peran orang lain dalam hidup kita, saya ajak memulainya dengan memahami 5 sudut pandang Natural Intelligence berikut ini:
 
1.      Selalu ada peran yang tidak kelihatan. Untuk segala hal yang kita peroleh dalam hidup kita, selalu ada peran orang-orang penting yang tidak kelihatan. Dari bis kota atau mobil angkot yang kita tumpangi,  mobil pribadi yang kita kendarai, kompor yang memasak makanan kita; semuanya – ada peran orang yang tidak terlihat yaitu mereka yang telah menyediakan bahan bakarnya. Begitu pula dengan peran orang-orang yang tidak terlihat lainnya. Ada petani. Nelayan. Atau buruh angkut. Selama ini, kita hanya melihat benda jadinya sudah tersedia dihadapan kita. Tinggal dibeli saja. Tak jarang kita memprotesnya jika ketersediaannya tidak bisa memenuhi jumlah yang kita inginkan. Kita juga menghardik setiap kali mendapati kualitasnya tidak sebaik yang kita harapkan. Kita, sering tidak menyadari; betapa banyak orang yang memainkan peran penting dalam memenuhi kebutuhan hidup kita. Jika menyadarinya saja tidak, maka kemungkinan besar kita jarang
berterimakasih kepada jasa baik mereka. Maka belajarlah untuk memahami bahwa selalu ada peran orang yang tidak kelihatan dalam pemenuhan kebutuhan hidup kita. Dengan begitu, kita bisa semakin mampu untuk menghargai nilai dan makna hasil karya mereka.
 
2.      Kita bisa membeli barang, tapi tidak membeli orang. Melalui setiap benda yang kita dapatkan orang-orang yang 'tidak terlihat' itu memberikan nilai tambah kepada hidup kita. Benar, kita mendapatkan benda itu dengan membayar sejumlah harga. Namun, apakah rupiah yang kita keluarkan itu sepadan dengan jerih payah mereka? Belum tentu. Kita mengeluh dengan Pertamax seharga 8,500, misalnya. Kita juga ingin agar Premium itu jauh lebih murah dari 4,500. Padahal, jika tahu resiko yang dihadapi oleh setiap pekerja di kilang minyak; kita akan sadar bahwa uang yang kita keluarkan itu sungguh tidak sepadan dengan resiko kerja yang mereka hadapi setiap hari. Faktanya, kita hanya bisa membeli barang untuk kita nikmati. Namun, kita sama sekali tidak bisa mengkompensasi apapun resiko yang mereka hadapi saat membuat barang-barang kebutuhan kita itu. Hal ini tidak hanya berlaku untuk BBM, melainkan juga untuk beras, ikan, garam, gula atau apapun. Dengan
kesadaran itu, setidaknya kita bisa mengurangi sikap arogan semata-mata karena bisa mengeluarkan sejumlah uang untuk membeli setiap produk untuk memenuhi kebutuhan kita. Karena dengan uang itu, kita hanya bisa membeli barang; bukan membeli orang.
 
3.      Bayaran tidak selalu sepadan dengan pengorbanan. Sekarang, kita sadar bahwa bayaran itu tidak selalu sepadan dengan pengorbanan. Maka jika selama ini kita mengeluhkan tentang bayaran yang kita terima dari pekerjaan dikantor yang kita lakukan; mulai sekarang tidak usah lagi terlampau gusar. Ingatlah pengorbanan dan resiko para pejuang di pusat kilang. Sungguh besar sekali lho. Berapapun gaji mereka, tetap saja tidak sepadan dengan semua resiko itu. Pekerjaan kita, bisa sama beresikonya dengan mereka. Bisa juga kurang beresiko. Namun apapun itu, maka bayaran yang Anda terima itu belum tentu sepadan dengan pengorbanan yang Anda berikan. Maka berhentilah mengeluh, karena itu adalah bagian dari fakta hidup. Sebab, jika Anda mengeluh dengan bayaran yang Anda terima; bukan orang lain yang rugi. Anda sendiri. Dengan keluhan itu Anda tergoda untuk hitung-hitungan saat mengerjakan sesuatu sehingga hasilnya mungkin tidak maksimal. Dengan keluhan itu,
Anda juga tidak tertarik untuk mengerahkan seluruh kapasitas, kemampuan, dan daya diri yang Anda miliki. Anda tidak akan pernah menjadi pribadi yang mumpuni hingga ke puncak prestasi, jika kinerja Anda masih dibebani oleh perasaan dibayar tidak sepadan. Ikhlaskan semua itu. Terimalah dengan lapang dada. Dan raihlah bayaran yang lebih tinggi seperti yang Anda inginkan itu – dengan kinerja dan kemampuan serta kontribusi yang juga semakin tinggi.
 
4.      Berharaplah kepada yang tidak terbatas. Sebaik apapun atasan atau boss Anda, dia selalu berhitung soal uang. Wajar. Karena setiap bisnis dituntut untuk untung. Para pengelola HRD melakukan benchmark salary dan kompensasi sehingga setinggi apapun take home pay Anda, tidak akan lari terlalu jauh dari nilai yang berlaku di pasaran. Jadi, tidak ada gunanya Anda menuntut melebihi norma umum. Memang begitulah fitrah yang berlaku bagi siapa saja yang memilih untuk menjadi karyawan profesional. Tetapi, sesungguhnya Anda memiliki kesempatan untuk mendapatkan bayaran yang jumlahnya nyaris tidak terbatas. Karena ada yang bersedia memberi Anda imbalah tanpa hitung-hitungan untung rugi. Tahukah Anda siapa yang bersedia membalas Anda sebanyak itu? Dia adalah Dzat yang tidak membutuhkan apapun dari Anda. Dan Dia, adalah tempat semula Anda datang dimasa lalu, lalu kembali lagi nanti. Maka berharaplah yang banyak kepadaNya. Karena Dia hanya mensyaratkan hal
sederhana saja dari kita. Kata guru kehidupan saya; "Dia hanya membutuhkan niat yang lurus saat Anda melakukan pekerjaan kita." Maka mulai sekarang, setiap kali berangkat dari rumah menuju ke kantor, mulailah dengan ketulusan untuk mempersembahkan setiap langkah dalam pekerjaan kita demi menunjukkan betapa sempurnanya Dia menciptakan kita. Maka dengan begitu, kata hanya akan menghasilkan kinerja terbaik melalui cara kerja yang paling baik.
 
5.      Jadilah sumber energy bagi lingkungan.  Bayangkan jika kilang minyak itu libur selama satu minggu saja. Anggap saja selama seminggu itu tidak ada supply bahan bakar untuk menunjang kehidupan kita. Semua kendaraan berhenti. Pesawat tak dapat terbang. Semua pabrik tidak berproduksi. Rumah kita gelap gulita. Kompor didapur kita tidak menyala. Apa jadinya kita? Jarang kita sadari bahwa minyak yang mereka hasilkan di kilang telah memberi energy kepada ratusan juta umat manusia. Maka bisa kita bayangkan betapa besarnya pahala bagi mereka yang bekerja dengan ikhlas untuk melayani sesama. Kita, mungkin tidak menghasilkan produk yang sedemikian berdampaknya seperti minyak. Tetapi, kita juga tahu bahwa energy itu tidak hanya berupa minyak atau bahan bakar fisik. Energy juga bisa berupa dorongan dan semangat untuk kebaikan hidup orang lain. Maka kita pun bisa meniru dengan cara menjadikan diri kita sebagai sumber energy bagi orang lain. Caranya?
Banyak dan sederhana. Jadilah pemberi semangat bagi orang lain. Ucapkanlah kata-kata yang baik pada mereka. Perlakukanlah mereka dengan baik. Sehingga ketika berada bersama Anda; mereka merasa nyaman dan terdorong untuk melakukan yang terbaik. Ada pelajaran menarik dalam perbincangan saya dengan Pak GM Pertamina Dumai tentang kepemimpinan. Beliau mengatakan; "setelah saya pelajari, ternyata kepemimpinan itu adalah tentang mengajak orang-orang untuk berbuat lebih baik…." Dengan prinsip itu, beliau menjadi sumber energy bagi orang-orang disekitarnya. Bisakah kita mencontohnya?
 
Beruntunglah orang-orang yang dalam hidupnya mampu menghasilkan buah karya yang berguna bagi banyak orang. Karena setiap kebaikan yang kita lakukan untuk orang lain pasti akan beroleh ganjaran yang sepadan. Namun, guru kehidupan saya mengingatkan bahwa untuk mendapatkan ganjaran itu ada syaratnya. Sederhana syarat itu. Tetapi banyak orang yang tak mampu memenuhinya. Apakah syarat itu? Kata beliau; ganjaran disisi Tuhan hanya diperuntukkan bagi mereka yang mengharapkannya. Bagi yang tidak mengharapkan ganjaran itu – mengapa Tuhan memaksakan memberikannya? Maka saat bekerja; harapkanlah imbalan yang pantas untuk kehidupan di dunia. Namun, berharaplah lebih banyak kepada Tuhan agar Dia memberi kita ganjaran yang paling baik. Dengan begitu, malu kita jika tidak bekerja dengan baik. Karena kita berharap ganjaran yang terbaik. Dari Sang Pemberi Pahala yang terbaik.
 
Mari Berbagi Semangat!
DEKA - Dadang Kadarusman – 21 Desember2011
Trainer of Natural Intelligence Leadership Training
Penulis buku"Natural Intelligence Leadership"(Sedang dicetak di penerbit)
 
Catatan Kaki:
Percayalah, uang yang Anda bayarkan kepada orang-orang yang menyediakan barang atau jasa yang Anda beli; belum tentu sepadan dengan perjuangan mereka.
 
Silakan di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain, langsung saja; tidak usah minta izin dulu. Tapi tolong, jangan diklaim sebagai tulisan Anda sendiri supaya pahala Anda tidak berkurang karenanya.
 
Tentang Dadang Kadarusman
~ Spesialisasi training di bidang: NATURAL INTELLIGENCE dan penerapannya dalam LEADERSHIP, PERSONNEL DEVELOPMENT dan PERSONAL EXCELLENCE ~ (Phone: 0812 19899 737 – www.dadangadarusman.com )

Follow DK on Twitter @dangkadarusman

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
MARKETPLACE

Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.

.

__,_._,___
[gudang-ilmu] Artikel – Potensi Baik Dan Buruk Dalam Diri Kita

[gudang-ilmu] Artikel – Potensi Baik Dan Buruk Dalam Diri Kita

 

Artikel – Potensi Baik Dan Buruk Dalam Diri Kita
 
Hore, Hari Baru! Teman-teman.
 
Catatan Kepala:"Tak seorang pun mengetahui dimana batas tertinggi kemampuan dirinya, sehingga kata 'maksimal'  tidak cocok untuk kita gunakan."
 
Bisakah Anda sebutkan pencapaian apa saja yang sudah berhasil Anda raih dalam hidup? Maksud saya, pencapaian yang benar-benar layak untuk dibanggakan. Jika Anda punya banyak pencapaian seperti yang saya maksudkan itu; silakan buat dalam sebuah daftar yang panjang. Ada orang-orang yang sedemikian mudah mengenali pencapaian pribadinya. Lalu dengan penuh percaya diri menyebutkan pencapaian pribadinya itu satu demi satu. Ada juga orang-orang yang memilih diam saja, karena tidak yakin apakah mereka telah berhasil meraih sebuah pencapaian pribadi yang benar-benar bermakna dan pantas dibanggakan itu. Siapa yang paling jujur? Siapa yang paling benar?
 
Orang bisa saja hanya sekedar 'mengklaim'; sehingga bisa menyebutkan ini dan itu, padahal belum tentu benar begitu. Orang bisa juga terlalu rendah hati, sehingga meskipun pencapaian pribadinya banyak tapi mereka tidak menilainya sebagai sesuatu yang pantas dibanggakan. Sekalipun demikian, ada satu kesamaan pada semua orang, yaitu; tak seorangpun yang telah berhasil menggunakan seluruh daya dirinya secara maksimal. Mengapa? Bahkan kita tidak pernah tahu dimana batas tertinggi kemampuan kita yang sesungguhnya itu. Jika Anda masih bingung dengan apa yang bisa dibanggakan, maka kebingungan itu akan hilang jika sudah mampu mengoptimalkan potensi diri Anda. Dan jika Anda merasa bangga dengan pencapaian yang selama ini Anda raih, maka kebanggaan itu tentu akan jauh lebih besar lagi jika Anda telah berhasil menggunakan kapasitas diri yang Anda miliki itu lebih banyak lagi. Faktanya, kita belum benar-benar mendayagunakan potensi diri yang kita miliki. Bagi
Anda yang tertarik menemani saya belajar mendayagunakan potensi diri, saya ajak memulainya dengan memahami 5 sudut pandang Natural Intelligence berikut ini:
 
1.      Pencapaian Anda belum seberapa. Saya tidak bermaksud menyinggung Anda jika mengatakan bahwa pencapaian Anda belum seberapa. Tak usah tersinggung, karena saya tidak membandingkan diri Anda dengan orang lain. Saya mengatakan demikian karena saya percaya bahwa kapasitas diri Anda jauh lebih besar daripada pencapaian yang sudah berhasil Anda raih hari ini. Saya pribadi pun demikian. Jika ditengok kebelakang; pencapaian saya tidaklah buruk-buruk amat. Bahkan beberapa diantaranya melampaui yang bisa dilakukan oleh orang lain. Tetapi, saya sadar benar bahwa pencapaian saya belum seberapa. Bukan dengan membandingkannya dengan teman atau tetangga saya. Melainkan fakta bahwa didalam diri saya terdapat sedemikian besar potensi diri yang belum tergali. Maka saya tidak ragu untuk mengatakan bahwa pencapaian Anda itu belum seberapa. Sama seperti belum seberapanya pencapaian yang bisa saya wujudkan, jika dibandingkan dengan potensi diri saya yang
sesungguhnya.
 
2.      Anda berhak mendapatkan yang lebih baik. Sudah baikkah pencapaian Anda hari ini? Mungkin Anda sudah memperoleh penghasilan seperti yang Anda cita-citakan. Mungkin Anda sudah menjadi Manager, atau Direktur. Bahkan Presiden Direktur untuk sebuah perusahaan besar yang terkenal. Izinkan saya untuk mengatakan bahwa betapapun tingginya pencapaian Anda hari ini; Anda berhak mendapatkan yang lebih baik dari itu. Kenapa? Karena Anda memiliki lebih banyak hal lagi yang selama ini belum digunakan secara maksimal. Silakan tanyakan kepada diri Anda; jika setiap hari Anda lebih rajin 1% dari biasanya. Berapa banyak lagi yang bisa Anda hasilkan. Jika setiap hari Anda lebih terampil lagi dari sebelumnya; berapa banyak lagi yang bisa Anda selesaikan dari yang selama ini. Jika setiap hari, saya bersedia memberikan kontribusi sedikit lebih banyak lagi kepada perusahaan; betapa prestasi saya akan menjadi semakin baik. Semakin tidak tertandingi. Dan itu
menjadikan kita seorang pribadi yang memiliki kesempatan untuk mendapatkan yang lebih baik lagi dari yang sekarang. Jadi, bagaimana jika mulai sekarang; kita berkomitmen untuk lebih rajin, lebih produktif, dan lebih kontributif dari sebelumnya? Yu', ya', yu…
 
3.      Asahlah di sisi yang tepat. Merasa diri berhak mendapatkan 'yang lebih baik' itu seperti pisau bermata dua. Hal itu bisa memotivasi kita untuk terus melaju kencang berjuang tanpa kenal lelah. Terus menerus mengeksplorasi potensi diri untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Itu sisi baiknya. Tapi hati-hati, karena sisi buruknya pun tidak kalah tajamnya. Misalnya; kita sering merasa bahwa sesuatu itu adalah 'hak kita'. Maka kita pun mengambilnya. Atau, merasa bahwa kita dibayar dibawah yang semestinya. Maka kita pun hitung-hitungan dalam soal pekerjaan. Atau, merasa bahwa orang lain telah merenggut sesuatu yang seharusnya kita dapatkan. Maka kita pun melakukan segala cara untuk menjegalnya. Bergantung sisi mana dari pisau itu yang paling sering Anda asah. Sisi baiknyakah atau sisi buruknya.Jika kita lebih rajin mengasah sisi buruknya, hati-hati; karena cepat atau lambat, pisau itu akan melukai Anda. Namun jika Anda bersedia untuk
menajamkan sisi baiknya, maka berbahagialah. Karena Anda akan semakin mampu 'menajamkan' kehandalan kualitas diri Anda.
 
4.      Bersihkanlah 'penangkap' sinyalnya. Sering tidak mudah untuk membedakan kebaikan dengan keburukan. Kita merasa benar, padahal salah. Kita merasa baik, padahal buruk. Makanya, kita sering melihat orang 'tidak mengaku' telah melakukan keburukan meski fakta dan bukti sudah memadai. Mengapa bisa begitu? Kata guru kehidupan saya, hal itu terjadi karena 'cermin didalam dirinya sudah kotor'. Cermin yang beliau maksud adalah hati nurani. Setiap perbuatan kita memancarkan energy sesuai dengan 'nilainya' masing-masing. Keburukan memancarkan energy buruk. Kebaikan menebarkan energy baik. Norma umum sering dapat dengan mudah menangkap energy itu. Makanya, kita semua sepakat bahwa mengambil sesuatu yang bukan hak kita itu buruk. Namun, mengapa ketika melakukannya kita tidak merasa itu sebagai sebuah keburukan? Karena cermin diri kita tidak dapat menangkap sinyal keburukan itu dengan baik. Maka, penting untuk selalu membersihkan hati
nurani kita. Karena dialah yang bisa membantu kita untuk menangkap sinyal yang mengontrol baik dan buruknya akhlak atau perilaku kita.
 
5.      Periksalah laporan rugi laba.  Bukan hanya perusahaan yang membutuhkan laporan rugi-laba. Setiap pribadi pun memerlukannya. Mengapa? Borad of Directors wajib memberikan laporan tahunan kepada pemilik perusahaan melalui rapat umum pemegang saham. Setiap pendapatan dihitung 'plus' sedangkan setiap pengeluaran bernilai 'minus'. Jika plus lebih banyak dari minus, maka perusahaan mencetak laba. Sang pemilik, tentu merasa senang. Begitu pula dengan kita sebagai seorang insan. Kita adalah Direktur Utama bagi diri kita sendiri. Siapakah pemilik diri kita jika bukan yang menciptakannya? Setiap perilaku baik kita dicatat 'plus' sedangkan perilaku buruk kita bernilai 'minus'.  Jika dibandingkan antara 'plus' dan 'minus' seluruh perilaku kita itu; apakah 'laporan pembukuan pribadi kita' mencetak laba atau sebaliknya? Semua perusahaan selalu memeriksa laporan keuangannya secara berkala. Bukan hanya menjelang Rapat Umum
Pemegang Saham saja. Begitu pula mestinya kita. Secara berkala perlu memeriksa laporan pembukuan rugi laba. Jangan sampai tidak menyadari jika 'bottom line' kita ternyata negatif karena perilaku buruk kita lebih banyak dari perbuatan baik. Rapat dengan pemegang saham ada jadwalnya. Sedangkan 'rapat' kita dengan sang pemilik diri; tidak terjadwal secara pasti. Karena itu bisa terjadi tahun depan, minggu depan, atau hari ini. Maka penting untuk memeriksa dan memastikan ada laba dalam buku pribadi kita.
 
Sesungguhnya, setiap manusia memiliki segala kelengkapan diri, sekaligus kemerdekaan untuk menentukan nasibnya sendiri. Makanya, didalam diri manusia ada potensi untuk melakukan kebaikan maupun keburukan. Namun, Tuhan mengingatkan bahwa "Orang-orang yang menyucikan dirinya, pasti mendapatkan keuntungan. Sedangkan orang-orang yang mengotori jiwanya akan memperoleh kerugian." Tidak semudah membalikkan telapak tangan untuk menjadikan perusahaan yang merugi bisa menuai laba. Namun, untuk mengubah diri dari pribadi yang rugi menjadi insan yang beruntung tidaklah terlalu sulit. Cukup melakukan dua hal saja; Satu, membersihkannya dengan taubat dan permintaan maaf. Dua, menggeser perbuatan buruk dengan perbuatan baik. Itulah sebabnya mengapa; Tuhan memberi hati kita kecederungan kepada kebaikan. Karena Tuhan ingin kita lebih banyak mendayagunakan potensi diri yang baik. Untuk hal-hal yang baik.
 
Mari Berbagi Semangat!
DEKA - Dadang Kadarusman – 18 Desember2011
Trainer of Natural Intelligence Leadership Training
Penulis buku"Natural Intelligence Leadership"(Siap Naik Cetak)
 
Catatan Kaki:
Kita memiliki potensi diri yang sama baiknya dengan orang lain; hanya saja, mungkin kita tidak segigih mereka dalam mendayagunakannya.
 
Silakan di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain, langsung saja; tidak usah minta izin dulu. Tapi tolong, jangan diklaim sebagai tulisan Anda sendiri supaya pahala Anda tidak berkurang karenanya.
 
Tentang Dadang Kadarusman
~ Spesialisasi training di bidang: NATURAL INTELLIGENCE dan penerapannya dalam LEADERSHIP, PERSONNEL DEVELOPMENT dan PERSONAL EXCELLENCE ~ (Phone: 0812 19899 737 – www.dadangadarusman.com )

Follow DK on Twitter @dangkadarusman

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
MARKETPLACE

Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.

.

__,_._,___
Your Yahoo! account information has changed

Your Yahoo! account information has changed

The following mobile number (+62 8-133-182-9079) was added to your Yahoo! account ‎(pr********)‎.

You can now use this mobile number to recover your account in case you ever forget your password. To ensure that your account information remains accurate and secure we notify you whenever this information changes.

This change request was made on December 13, 2011 at 04:50am PST.

If the changes described above are accurate, no further action is needed. If anything doesn't look right, follow the link below to make changes:
https://edit.europe.yahoo.com/commchannel/manage?ar=2&ea=DFm5uvxBCd9dckhgBbaVpK1QMVaC.6yExHX48njvTfLQXRzi.Ll7_qNWBYYrwtGGfJbZp14vtue3DFq6SWpLqE7Q.5AV90cD8PADkKT5n0Nc5YzydJ1z8ArC65wQ7WjNYohAZ.fgOOE-&intl=us&done=https%3A%2F%2Fedit.europe.yahoo.com%2Fconfig%2Feval_profile


Regards,
Yahoo! Account Services
-------------------------
Please do not reply to this message. Mail sent to this address cannot be answered.
[gudang-ilmu] Artikel – Memimpin Dengan Karakter Pribadi

[gudang-ilmu] Artikel – Memimpin Dengan Karakter Pribadi

 

Artikel – Memimpin Dengan Karakter Pribadi
 
Hore, Hari Baru! Teman-teman.
 
Catatan Kepala:"Pemimpin yang handal sanggup menanggalkan kekuatan jabatannya, lalu memimpin dengan mengedepankan karakter pribadinya."
 
Lucu juga ya kalau mendengar orang yang mengerutu tentang atasannya. Dulu saya sering mendengarnya di toilet atau di lorong bawah tangga tempat orang-orang merokok. Sekarang, kita bisa menyimaknya lewat facebook, twitter, atau milist. Nyata sekali jika banyak orang yang dihargai hanya karena mereka memiliki posisi lebih tinggi. Jika Anda mempunyai posisi tinggi, maka perlulah juga untuk bertanya pada diri sendiri; apakah orang-orang yang Anda pimpin benar-benar menghargai 'diri Anda' atau 'posisi Anda'?  Apakah itu penting? Kalau bagi saya itu penting. Bagi Anda? Silakan tentukan sendiri.
 
Alhamdulillah, saya pernah mendapatkan kesempatan untuk berperan sebagai pemimpin dalam beberapa tingkatan. Selain di kantor, juga sebagai Ketua RT. Ternyata, peran yang paling menantang adalah menjalankan amanah sebagai Ketua RT itu. Di kantor, semuanya jelas, dan setiap orang yang saya pimpin memahami makna hirarki. Sebagai pemimpin di kantor saya memiliki kewenangan yang mengikat setiap orang dalam team. Sedangkan sebagai Ketua RT? Boleh dibilang, kita memimpin dengan 'tangan kosong'. Sekarang saya sudah tidak lagi menjadi Ketua RT. Namun, justru dari pengalaman itulah saya menyadari hal ini; "Kalau Anda ingin belajar tentang kepemimpinan yang sesungguhnya, maka jadilah ketua RT." Jika Anda bisa sukses menjadi Ketua RT, maka Anda bisa sukses memimpin team Anda di kantor, di lembaga kenegaraan, atau dikomunitas manapun. Mengapa? Karena ketika Anda menjadi Ketua RT, Anda hanya bisa mengandalkan karakter diri Anda sendiri. Jika dengan 'tangan
kosong' itu saja Anda bisa memimpin dengan baik, maka apalah lagi seandainya Anda punya otoritas dan kewenangan seperti yang didapatkan oleh para pemimpin formal, bukan?  Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar memimpin dengan karakter pribadi, saya ajak memulainya dengan memahami 5 sudut pandang Natural Intelligence berikut ini:
 
1.      Belajar memimpin sebelum menjadi pemimpin. Ini adalah pelajaran yang sangat mendasar sekali. Banyak orang yang merasa dirinya bukan pemimpin hanya gara-gara mereka belum memiliki anak buah. Makanya, kebanyakan anak buah tidak memperlihatkan kemampuannya dalam memimpin. Padahal, justru ketika belum menjadi pemimpin itulah kita harus belajar menjadi pemimpin. Anda harus belajar menerbangkan pesawat sebelum menjadi pilot; bukan sesudahnya. Ini yang sering tidak disadari orang. Makanya, nunggu aja sampai nanti jadi pemimpin. Kalau masa itu datang. Kalau tidak? Seumur hidup bakal jadi follower terus. Kalau ternyata ada 'nasib mujur' kita menjadi pemimpin, ya cuma bakal jadi pemimpin yang bingung dan jadi bulan-bulanan bawahan. Sebelum Anda punya anak buah adalah saat yang tepat untuk belajar memimpin. Caranya? Sederhana saja; tampil menjadi pribadi yang penuh inisiatif, berperilaku positif, dan proaktif dalam setiap aktivitas di team Anda.
Teman-teman selevel Anda itu adalah 'media' bagi Anda untuk belajar memimpin orang lain. Jika dapat tugas dari atasan, pastikan hasil punya Anda lebih cepat, lebih tepat, dan lebih akurat. Jika teman Anda kesulitan, bantu mereka menyelesaikannya. Jika teman Anda tidak kompak bangun kebersamaan diantara mereka. Sekarang, Anda sudah belajar menjadi pemimpin bagi mereka. Padahal, Anda bukan atasannya, kan?
 
2.      Belajar memimpin tanpa otoritas. Saya serius mengatakan ini; belajarlah memimpin tanpa otoritas. Semua terori kepemimpinan yang Anda pelajari mengajarkan bahwa tidak ada kepemimpinan tanpa otoritas. Setidaknya, begitulah system nilai yang kita dapatkan selama ini. Hari ini, saya mengatakan kepada Anda untuk belajar memimpin tanpa otoritas. Mana bisa? Bisa. Percayalah; kita sudah terlalu lama terkungkung oleh paradigm kepemimpinan structural yang formal. Padahal seperti namanya, kempemimpinan formal sering hanya bisa menghasilkan formalitas saja. "Ya.., gue formalitas aja minta tanda tangannya. Dia kan managernya. Yang ngerti seluk beluknya sih bukan dia…" sounds familiar? Atau, ada orang yang menggerutu ketika mendapatkan tugas dari atasannya. Jadi, bagaimana caranya untuk memimpin tanpa otoritas itu? Sederhana juga; Anda 'mengirimi' orang-orang yang memiliki otoritas itu dengan ide-ide brilian Anda. Dengan masukan dan gagasan yang
berkualitas tinggi. Jika Anda berhasil, maka orang yang punya otoritas itu akan menerima dan menggunakan ide Anda. Lalu apa yang terjadi? Hal-hal yang bisa diwujudkannya adalah 'apa yang Anda inginkan'. Bukankah prinsip kepemimpinan itu adalah mendapatkan hasil melalui kerja orang lain? Anda, telah mendapatkan hasil melalui kerja orang-orang yang punya otoritas. So, who is the boss then?.
 
3.      Belajar memimpin untuk melayani. Coba perhatikan, betapa banyak pemimpin yang maunya dilayani oleh anak buah. Gak aci! Tapi, yang seperti itu banyak sekali. Menjadi pemimpin itu bukan untuk dilayani, justru untuk melayani orang-orang yang kita pimpin. Amanah yang Anda emban itu adalah untuk menjadi abdi mereka. Apalagi jika Anda adalah pemimpin lembaga Negara? Duh, betapa kedudukan Anda itu diberikan oleh rakyat yang memilih Anda. Nek sampeyan malah lupa diri itu lha keterlaluan toh Rek. Pemimpin di perusahaan juga sama. Jika Anda Manager, maka tugas Anda adalah melayani anak buah Anda supaya mereka bisa menghasilkan kinerja yang sesuai dengan tugas dan fungsinya. Anda berkewajiban melayani mereka untuk belajar dan mengembangkan diri. Anda bertugas untuk melayani mereka memenuhi kebutuhan hidupnya. Dan begitu banyak hal lagi yang wajib Anda tunaikan. Contohlah para Nabi ketika memimpin umatnya. Mereka melayani loh, bukan dilayani. Mereka
menghibur pengikutnya yang sedih. Mengobati yang sakit. Meringankan beban yang berat. Kita, sering keliru memilih idola pemimpin. Sehingga sekarang, kita sering mengira bahwa menjadi pemimpin itu identik dengan mobil mewah, rumah megah, tongkrongan gagah, dan pemasukan melimpah. Hey, ingatlah. Para Nabi mencontohkan kita untuk menjadi pelayan bagi orang-orang yang kita pimpin. Maka jadikanlah mereka sebagai teladan dalam memimpin.
 
4.      Semuanya berlipat untuk para pemimpin. Orang mengatakan bahwa segala hal baik menjadi berlipat-lipat bagi para pemimpin. Gaji, fasilitas, tunjangan, penghargaan. Semuanya berlipat. Wajar. Karena tanggungjawabnya juga semakin besar. Sekalipun tanggungjawabnya semakin besar, namun orang jarang gentar untuk menerima jabatan sebagai pembesar. Bahkan banyak sekali yang mengejar-ngejar. Padahal, tidak hanya hal baik saja lho yang berlipat. Hal buruk pun berlipat. Jika seorang pemimpin melakukan kesalahan, maka nilai pertanggunjawabannya juga lebih besar dibandingkan jika kesalahan itu dilakukan oleh bawahannya. Hal itu wajar juga kan? Sayangnya, inilah justru yang sering tidak kita sadari.  Ketika mengejar suatu jabatan tertentu, benak kita sering sudah terlampau penuh dengan bayangan tentang 'kenikmatannya'. Enah jadi boss. Ya memang enak. Tapi, mengira bahwa menjadi boss itu bisa seenaknya? Hmmh, berhati-hatilah. Sebab, bagi orang-orang
yang mengerti, menjadi pemimpin itu adalah sebuah amanah yang nilai pertanggungjawabannya tidaklah ringan berkali-kali lipat.
 
5.      Luruskan niat dalam memimpin. Tidak ada salahnya kok memiliki impian untuk menjadi pemimpin. Sewaktu bekerja dulu, saya pun sangat berambisi untuk menjadi pemimpin. Bagaimanapun juga, itu adalah indikasi tentang seberapa mampu saya membangun karir. Saya percaya bahwa setiap pribadi wajib menjadi dirinya unggul. Maka menapaki jenjang karir yang tinggi boleh jadi merupakan salah satu cara menunaikan kewajiban itu. Tetapi, eh ada tetapinya. Kita perlu memiliki niat yang lurus saat mengejar dan menjalankan fungsi kepemimpinan itu. Jika niat Anda hanya untuk mengejar uang, maka Anda bakal dikelilingi nafsu untuk mengeruk sebanyak mungkin uang. Padahal, pemimpin itu sangat dekat dengan gudang uang. Berbahaya. Jika niat Anda untuk 'menunjukkan siapa gua!', maka Anda akan terjebak kesombongan yang sama seperti ketika dulu Iblis membangkang Adam. Tetapi, jika Anda berniat untuk memberikan kontribusi lebih banyak bagi orang lain. Bagi perusahaan.
Bagi masyarakat. Bagi bangsa dan Negara. Maka Anda pun pasti akan mendapatkan kecukupan materi sesuai hak dan tanggungjawab Anda. Insya Allah akan dicukupkan dunia Anda. Namun lebih dari itu; Anda – pasti – memperoleh kecukupan di sisi Tuhan. Tuan dan Nona, siapa lagi yang akan kita temui setelah kita mati selain Sang Pemilik Diri ini? Jika Anda yakin atas hari pertemuan denganNya, maka mari kita luruskan niat dalam mengejar dan menjalankan jabatan kita hanya untuk sesuatu yang disukai olehNya.
 
Guru kehidupan saya mengingatkan bawa hari hisab atau saat perhitungan amal itu akan menjadi hari yang sangat berat. Bagaimana tidak berat. Ketika akan melakukan ujian akhir semester saja kita stressnya minta ampun. Sekarang, kita akan diadili dihadapan Tuhan. Beranikah Anda untuk tidak deg-degan? "Namun," begitu kata guru kehidupan saya; "Ada beberapa jenis orang yang akan dimudahkan prosesnya. Diantara mereka yang sedikit itu adalah para pemimpin yang adil".  Duh, saya pernah mendapat amanah untuk menjadi pemimpin. Meskipun dalam lingkup yang sangat kecil. Adakah praktek dan perilaku kepemimpinan yang dulu saya tunaikan itu menjadikan ringan masa penghisaban saya? Ataukah justru saya termasuk manusia yang dipersulit dihari pengadilan tertinggi itu karena semasa hidup saya menyalahgunakan amanah ini? Bagaimana dengan Anda? Mari kita benahi cara memimpin kita. Mumpung masih ada kesempatan untuk memperbaikinya. Sekarang.
 
Mari Berbagi Semangat!
DEKA - Dadang Kadarusman – 12 Desember2011
Trainer of Natural Intelligence Leadership Training
Penulis buku"Natural Intelligence Leadership"(Tahap dummy di penerbit)
 
Catatan Kaki:
Orang berebut jabatan Manager, Direktur, Bupati, Gubernur, Menteri, DPR, atau Presiden. Tapi sedikit sekali yang bersedia menjadi Ketua RT.
 
Silakan di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain, langsung saja; tidak usah minta izin dulu. Tapi tolong, jangan diklaim sebagai tulisan Anda sendiri supaya pahala Anda tidak berkurang karenanya.
 
Tentang Dadang Kadarusman
~ Spesialisasi training di bidang: NATURAL INTELLIGENCE dan penerapannya dalam LEADERSHIP, PERSONNEL DEVELOPMENT dan PERSONAL EXCELLENCE ~ (Phone: 0812 19899 737 – www.dadangadarusman.com )

Follow DK on Twitter @dangkadarusman

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
MARKETPLACE

Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.

.

__,_._,___
[gudang-ilmu] Artikel – Menilai Buruk Orang Lain

[gudang-ilmu] Artikel – Menilai Buruk Orang Lain

 

Artikel – Menilai Buruk Orang Lain
 
Hore, Hari Baru! Teman-teman.
 
Catatan Kepala:"Jika Anda menemukan orang-orang yang kurang menyukai Anda. Atau memperlakukan Anda dengan cara yang kurang pantas. Mungkin mereka bukan membenci Anda. Mereka hanya belum mengenal siapa Anda."
 
Ada ungkapan tak kenal maka tak sayang. Ada benarnya juga sih, meskipun kadang kita suka merasa 'sayang' kepada orang yang tidak kita kenal, ya kan? Perkenalan kita dengan orang lain, bisa berdampak baik. Bisa juga berdampak buruk. Bergantung dengan siapa kita berkenalan. Sampai batas mana tingkat perkenalan kita. Dan, bagaimana kita bersikap terhadap perkenalan yang sudah kita bangun. Dalam interaksi kita dengan orang lain, kita sering mengalami pasang surut. Kadang senang, kadang sedih. Bisa benci, cinta, sayang, sebal. Apapun. Namun, dari sekian banyak dinamika itu; kita sering terjebak untuk memberikan penilaian buruk kepada orang lain. Atau sebaliknya, orang lain yang menilai kita buruk. Padahal, belum tentu penilaian itu benar.
 
Ketika membawakan sesi training in-house di perusahaan yang meng-hire saya, saya sering mengalami peristiwa seru juga. Kadang ada saja orang yang 'menilai' bahwa keberadaan dirinya di ruangan itu sama sekali tidak ada gunanya. Atau, mungkin juga sebenarnya beliau menilai keberadaan saya di ruangan itu yang justru tidak ada gunanya. Hal itu terpancar dari sikapnya. Cara berbicaranya. Bahkan dari caranya memandang kearah saya. Seakan hendak mengatakan; "who do yo think a hell you are!" Diakhir training biasanya orang-orang seperti itu datang menyalami bahkan ada yang memeluk; "Maafkan saya Pak…." Bisiknya. Saya sendiri percaya bahwa tidak ada yang harus dimaafkan. Tidak ada yang salah kok. Tetapi, kadang saya mendengar ucapan tulus yang mengakui jika sebelumnya beliau salah sangka atau under-estimate pada saya. Soal ini, mungkin kita semua pernah melakukannya. Saya dan Anda pun bisa jadi pernah demikian. Namun, kesadaran seperti inilah yang
justru bisa menjadikan kita pribadi yang lebih baik.  Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar menjadi pribadi yang lebih baik melalui interaksi dengan orang lain, saya ajak memulainya dengan memahami 5 sudut pandang Natural Intelligence berikut ini:
 
1.      Setiap orang memiliki sisi baik. Sesebel-sebelnya kita kepada seseorang, hal itu tidak menjamin jika diri kita lebih baik dari orang itu. Jika tidak keberatan, silakan ingat-ingat; siapa orang yang paling tidak Anda sukai? Anda tentu mempunyai alasan untuk membencinya. Tetapi, sebaiknya sesekali Anda berkaca kembali kedalam diri; apakah diri kita tidak memiliki sesuatu yang bisa menjadi alasan bagi orang lain membenci kita juga? Jika sampai sekarang semua orang masih menyukai Anda, bukan berarti Anda sempurna. Mungkin karena mereka belum pernah Anda kecewakan. Mungkin diantara Anda ada orang yang pernah saya kecewakan. Saya yakin orang itu tidak menyukai saya. Tetapi, saya yakin benar jika sebagian besar orang yang membaca tulisan ini tidak membenci saya. Mengapa? Karena saya baik? Bukan. Itu karena mereka belum 'merasakan' efek dari keburukan saya. Kepada saya, mungkin ada yang benci. Tapi, ada juga yang sayang. Yang sekarang sayang
pun, besok bisa ikut membenci; jika dia tahu 'belangnya' saya. Selain menunjukkan bahwa kita ini sama tidak sempurnanya dengan mereka yang kita benci, juga menujukkan bahwa diantara keburukan setiap orang; selalu terselip kebaikan mereka. Maka tantangannya adalah; bagaimana kita bisa semakin mengasah dan mengkilapkan sisi baik itu, sehingga sisi buruk kita semakin meredup. Kabar baiknya, itu adalah proses. Jadi kita bisa melakukannya terus menerus.
 
2.      Memahami sebelum memvonis. Apa yang Anda lakukan jika ada orang lain yang salah sangka kepada Anda? Orang itu keliru menilai Anda. Tentu Anda akan berusaha untuk memberikan penjelasan atau mengklarifikasinya, bukan? Kita semua akan berusaha meluruskan penilaian orang lain yang keliru tentang diri kita. Begitu pula halnya dengan orang lain yang kita nilai buruk, akan berusaha untuk membuat penilaian kita berubah menjadi baik. Mengapa? Karena tidak seorang pun dimuka bumi ini yang rela dinilai buruk. Kita memiliki kebutuhan intrinsic untuk dinilai baik, dan diterima oleh lingkungan secara baik-baik. Apa yang terjadi ketika Anda menjelaskan 'yang sebenarnya'? Orang lain akan memahami Anda. Apa yang terjadi ketika orang lain menjelaskan 'duduk perkaranya'? Anda akan memahami mereka. Lalu, jika sudah ada pemahaman yang tepat itu apakah Anda masih akan menvonis orang lain sebagai orang yang buruk? Ah, tentu tidak. Karena sekarang Anda
sudah memahami 'apa yang sebenarnya'. Bahkan kepada seseorang yang nyata-nyata berbuat kesalahan pun kita bisa memakluminya jika kita memahami 'mengapa' mereka sampai melakukannya kan? Kita memaafkannya, meski dengan catatan; 'jangan mengulanginya lagi'. Atau 'lain kali kamu minta izin dulu dong…'. Atau, 'kenapa kamu tidak terus terang sih sama saya?' Maka mulai sekarang, kita perlu mendahulukan proses 'memahami', supaya tidak sembarangan 'memvonis' orang lain.
 
3.      Waspada terhadap perilaku yang membahayakan.  Meski kita percaya bahwa setiap orang memiliki sisi baik, namun kadang-kadang orang bertemu dengan kita dalam keadaan 'buruk mode on'. Kalau sekedar buruk perilaku, mungkin kita bisa memakluminya. Tetapi, kalau buruknya bisa membahayakan, ya tentu kita harus bisa melindungi diri. Maka kewaspadaan tetap menjadi piranti yang sangat penting. Justru berbahaya sekali jika kita tidak waspada. Bukan curiga loh, tapi waspada. Bahkan terhadap teman sekalipun. Bukankah banyak kejadian yang membahayakan justru datang dari orang-orang terdekat kita? Istri waspada pada suami yang ringan tangan juga bagus. Atau, suami yang waspada pada istri yang tingkahnya aneh. Kepada teman yang terlalu royal, Anda juga perlu waspada. Karena kewaspadaan bisa  mencegah terjadinya sesuatu yang tidak baik. Konon katanya, para pencopet pun tidak berani mengusik orang yang waspada. Ya, kira-kira begitu jugalah untuk
keburukan-keburukan lain yang bisa saja dilakukan oleh orang lain kepada kita. Dengan kewaspadaan itu, kita tidak memandang buruk orang lain. Tetapi juga tidak lengah terhadap kemungkinan buruk yang bisa terjadi.
 
4.      Keburukan bisa menjadi guru kebaikan. Jika seseorang melalukan perbuatan buruk, bukan kepada Anda; apa yang Anda lakukan? Teman saya misalnya, sangat benci sekali kepada seseorang. 'Emangnya apa yang sudah dia lakukan sama elu?' begitu saya bertanya. "Enggak ada." Katanya. Lho? Aneh ya? Kita membenci orang lain yang tidak melakukan apapun pada kita. "Gue semek aja sama kelakuannya," katanya lagi. Kita sering membenci pribadi seseorang bukan karena mereka mengusik diri kita. Apa urusan kita, kan? Anda boleh memberi perlawaan kepada orang-orang yang memperlakukan Anda buruk. Tetapi pada orang yang tidak mengusik Anda? Jikapun orang itu perilakunya buruk kepada orang lain, maka cukuplah kita jadikan hal itu sebagai guru untuk meningkatkan nilai kebaikan kita. Misalnya, jika Anda tidak suka perilaku buruk tertentu teman Anda, maka Anda punya cermin agar jangan sampai melakukan keburukan yang sama. Coba perhatikan orang-orang
disekitar Anda. Banyak yang perilakunya kurang baik. Menggunakan BB untuk merayu istri orang. Meminjam uang tapi ogah bayar. Mencedrai kepercayaan pasangannya. Mengambil yang bukan haknya. Kita tidak perlu ikut membenci pribadi mereka. Tetapi, kita bisa jadikan keburukan-keburukan yang mereka lakukan sebagai pelajaran dan energy yang menguatkan kita untuk istikomah atau teguh dalam nilai-nilai kebaikan.
 
5.      Bukan kita yang berhak menilai. Bahkan para penyidik dan jaksa pun bisa salah dalam menilai orang lain. Apalagi yang memang sengaja dibuat salah atau diputarbalikkan faktanya. Kita? Lebih bisa salah lagi dalam menilai. Faktanya kita tidak memiliki kemampuan untuk menilai secara obyektif dan akurat, kok. Makanya, kita tidak diberi hak untuk menilai orang lain. Jika bukan kita yang menilai lantas siapa yang mengontrol perilaku orang? Kenapa pusing. Sudah ada staff khusus yang ditugaskan Tuhan untuk melakukan pengawasan melekat atas perilaku, tindak tanduk, dan tingkah polah setiap pribadi. Tuh, disebelah kanan Anda; Ada petugas pencatat amal baik. Dan disebelah kiri Anda? Ada petugas yang tanpa kompromi menulis keburukan apapun yang Anda lakukan. Mereka tidak pernah lengah. Bahkan disaat semua orang sedang pada tidur. Jadi, jika kita merasa bisa menunggu orang lain lengah baru melakukan tindakan buruk, kita salah besar. Jika kita merasa bisa
menyembunyikan barang bukti, kita keliru. Oh, betapa petugas yang Tuhan pilih itu tidak pernah henti mengawasi gerak-gerik kita. Hal ini memberi kita 2 kesadaran. Pertama, betapa kita tidak memiliki ruang untuk berbuat buruk tanpa ketahuan. Kedua, betapa kita tidak memiliki hak untuk menilai baik buruknya orang lain. Maka, jika orang lain buruk, tak perlu pusing; dia akan mempertanggungjawabkan keburukannya. Dan jika kita yang buruk? Ehm, orang lain mungkin tidak tahu. Tapi petugas jaga Tuhan? Menyaksikan hingga setiap detailnya.
 
Bagaimanapun juga, interaksi kita dengan orang lain merupakan sebuah proses yang berjalan dua arah. Karenanya, sebuah hubungan yang baik tidak bisa dibangun hanya oleh salah satu pihak. Jika Anda menemukan orang-orang yang kurang menyukai Anda. Atau memperlakukan Anda dengan cara yang kurang pantas. Mungkin mereka bukan membenci Anda. Mereka hanya belum mengenal siapa Anda. Maka, menunjukkan nilai-nilai positif didalam diri Anda merupakan sebuah kebutuhan. Oleh karenanya, kita perlu belajar mendorong diri kita sendiri untuk terus memperlihatkan sisi baik yang kita miliki. Bukan untuk menyembunyikan sisi buruk, melainkan untuk selalu berusaha mengambil pilihan-pilihan yang baik, meski sesungguhnya kita berkesempatan untuk melakukan hal buruk. Semoga, dengan begitu kita bisa menjadi pribadi yang tetap baik. Sekalipun kita semua memiliki sisi buruk. Dengan demikian, kita memiliki kesempatan untuk mendapati buku catatan amal kita lebih banyak berisi kebaikan
daripada keburukan.   
 
Mari Berbagi Semangat!
DEKA - Dadang Kadarusman – 07 Desember2011
Trainer of Natural Intelligence Leadership Training
Penulis buku"Natural Intelligence Leadership"(Tahap dummy di penerbit)
 
Catatan Kaki:
Apakah seseorang itu baik, atau terlihat baik? Bukan kita yang tahu. Melainkan yang Maha Tahu.
 
Silakan di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain, langsung saja; tidak usah minta izin dulu. Tapi tolong, jangan diklaim sebagai tulisan Anda sendiri supaya pahala Anda tidak berkurang karenanya.

Follow DK on Twitter @dangkadarusman

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
MARKETPLACE

Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.

.

__,_._,___

Blogger news