Pages

feature content slider

Powered by Blogger.

Pages - Menu

Popular Posts

Arsip Blog

Blogger templates

[gudang-ilmu] Artikel – Memupuk Sifat Ksatria Dalam Diri Kita

[gudang-ilmu] Artikel – Memupuk Sifat Ksatria Dalam Diri Kita

 

Artikel – Memupuk Sifat Ksatria Dalam Diri Kita
 
Hore, Hari Baru! Teman-teman.
 
Catatan Kepala:"Mengakui kesalahan dimasa lalu adalah salah satu ciri pribadi terhormat. Sedangkan sikap ngeyel adalah cermin nihilnya sifat ksatria."
 
Pernahkah Anda bertemu dengan orang yang suka ngeyel? Sudah jelas dia melakukan kesalahan, eh ngotot saja mencari pembenaran atas tindakannya. Di TV, Koran, dan berbagai media lainnya, banyak sekali contoh orang seperti itu. Di kantor juga sama. Sampai-samapi kita heran sendiri;"Kenapa ya, kok ada orang yang ndablek seperti itu?" Hey jangan salah, kalau berada pada posisi yang sama; kita pun belum tentu tidak begitu lho. Apa lagi zaman serba keterbukaan seperti sekarang. Aib seseorang bisa menyebar sedemikian luasnya. Maka tak heran jika banyak orang yang memilih untuk berdusta saja. Apakah ngeyelnya seseorang merupakan respon terhadap buruknya cara kita menghakimi orang lain? Mungkin ya, mungkin tidak. Yang jelas, itu mencerminkan telah lunturnya sifat ksatria didalam dirinya.
 
Saya, pernah mencuri uang dari lemari pakaian orang tua saya. Seratus rupiah. Eit, zangan salah. Seratus rupiah pada masa itu bisa membeli sepuluh potong bakwan. Saat Ayah 'menginterogasi', saya ngotot tidak mengakuinya. Keadaan sangat menegangkan sekali. "Dang, kamu itu anak yang baik. Bapak akan pergi sebentar. Setelah Bapak kembali, beritahu Bapak yang sebenarnya," lalu beliau keluar dari kamar. Tak lama kemudian, Ayah kembali lagi. Beliau langsung menuju ke lemari pakaian tempat hilangnya uang itu. Ternyata, beliau menemukannya disana. Utuh. Seratus rupiah.  "Lho, uangnya ternyata ada," beliau berbalik menatap saya. "Uangnya pulang sendiri," saya bilang. Ayah berjongkok hingga mata kami berdua sejajar. Air mata saya meleleh di pipi kanan dan kiri. Lalu tangis meledak ketika kedua tangan Ayah merengkuh saya kedalam pelukannya. Itulah pelajaran pertama yang saya dapat tentang betapa leganya mengakui sebuah kesalahan yang telah kita
lakukan. Tidak disangka, ternyata mengakuinya jauh lebih melegakan hati daripada ngotot untuk  menutupinya.  Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar bersikap ksatria atas semua kesalahan dimasa lalu, saya ajak memulainya dengan mempraktekkan 5 sudut pandang Natural Intelligence berikut ini:
 
1.      Ingatlah, percuma menutupinya. Jasad fisik kita tidak suka berkompromi. Jika moral kita kotor, tubuh kita ingin agar dirinya tetap bersih. Maka jika kita culas, misalnya, keculasan itu akan tergambar di wajah kita. Jika kita berbohong, maka kebohongan itu dipancarkan melalui mata. Jika kita mengatakan sesuatu yang tidak benar, maka degup jantung kita memberi sinyal dusta. Maaf, tubuh ini tidak mau berkompromi dengan hawa nafsu. Maka percuma menutupi kesalahan yang kita lakukan dimasa lalu, karena kita tidak akan bisa benar-benar menyembunyikannya. Sesekali, dengarkanlah kembali senandung Chrisye "Ketika Tangan Dan Kaki Berkata". Lirik gubahan Taufik Ismail itu menggambarkan dengan jelas betapa kita tidak bisa menutupi sedikitpun perbuatan buruk yang kita sembunyikan itu. Maka akuilah. Sebab usaha kita untuk menutupinya akan percuma saja. Bahkan di dunia pun banyak orang yang bisa merasakan jika kita salah. Lihatlah orang-orang yang
ngeyel. Anda bisa merasakan kengeyelannya, bukan? Begitu pula jika kita yang ngeyel. Orang lain pun tahu jika kita sedang menutupi sesuatu.
 
2.      Biasakanlah untuk menjadi orang biasa. Selain takut dihukum, alasan kita tidak mau mengakui kesalahan adalah karena kita sendiri merasa malu. Apa lagi jika kita termasuk orang terhormat. Semakin tinggi posisi kita, semakin berat beban nama baik dan gengsi yang harus dipertahankan. Akan semakin sulit jugalah untuk mengakui jika kita ini salah. Makanya, tidak aneh jika orang-orang yang paling jago 'membela diri' adalah mereka yang paling tinggi posisinya, paling terkenal reputasinya, paling besar kekuasaannya.  Kalau kita sudah kadung 'dinilai' orang lain sebagai 'pribadi terpuji', rasanya kok berat sekali untuk mengakui adanya keburukan didalam diri kita. Maka tidak jarang orang memilih terus berkubang dari kolam kibul yang satu ke samudra dusta lainnya, asal sisi gelapnya tidak ketahuan. Beruntunglah orang biasa seperti kita. Karena kita tidak dibebani oleh keharusan untuk 'menyelamatkan nama baik kita' dari perilaku buruk
yang mencorengnya. Lebih mudah jadinya untuk bersikap ksatria. Namun, jika saat ini Anda sudah memiliki posisi tinggi, dan reputasi yang harum mewangi; mungkin sudah waktunya bagi Anda untuk kembali membiasakan diri menjadi orang biasa lagi. Karena perasaan menjadi orang 'luar biasa' sering menjauhkan kita dari sifat ksatria.
 
3.      Makin ngeyel Anda, makin sebel orang pada Anda. Kita sering mengira bahwa sifat ngeyel itu mencerminkan ketangguhan. Tidak. Justru ngeyel itu cermin kepicikan. Saya mengenal orang-orang yang mudah sekali untuk 'diajak menjadi lebih baik'. Ketika ditunjukkan kekurangan yang harus diperbaikinya mereka langsung mengakui tanpa argument berbelit-belit. Lalu mereka berkomitmen untuk tidak mengulanginya lagi. Kepada orang-orang seperti itu, kita sangat respek sehingga tidak ada lagi gairah untuk memperpanjang masalah. Namun, ada juga orang-orang yang sudah jelas salah, tapi ngotot saja mencari pembenaran atas tindakan salahnya. Bukannya mawas diri, mereka malah bertahan dengan argumennya yang defensif. Kepada orang-orang seperti itu, kita sama sekali tidak memiliki simpati. Begitu pula halnya ketika kita yang berbuat kesalahan itu. Kalau kita mau bersikap ksatria untuk mengakuinya, lalu berkomitmen untuk memperbaiki diri maka orang lain pun
akan respek kepada kita. Tapi, jika kita ngeyel…hmmh, jangan harap nama baik kita akan pulih karena kengeyelan itu. Justru orang semakin sebal pada kita. Dan semakin kita ngeyel, semakin terlihat buruknya kita. Maka jika ingin menjadi orang baik, kita perlu belajar untuk berhenti ngeyel demi menutupi kesalahan yang kita lakukan. Bersikaplah ksatria, maka orang akan menaruh hormat pada Anda.
 
4.      Posisikanlah diri setara dengan orang lain.  Berada di posisi paling tinggi bisa melihat lebih banyak hal. Jadinya berbahaya kalau kita merasa 'lebih tinggi' dari orang lain. Kenapa? Karena kita menjadi lebih mudah melihat kesalahan mereka. Padahal, kita sendiri tidak sempurna-sempurna amat. Oleh karenanya, sangat penting untuk memposisikan diri kita setara dengan orang lain. Sehingga kita bisa seimbang dalam melihat 'keluar' dan 'kedalam'. Mungkin Anda pintar, tapi orang lain tahu sesuatu yang Anda tidak tahu. Mungkin jabatan Anda tinggi, tetapi keterampilan atau pengalaman orang lain bisa jadi jauh lebih tinggi. Plus – minuslah, kita ini. Jadi bagusnya ya  posisikan diri setara dengan orang lain saja. Dengan begitu, kepala kita tidak menjadi kebesaran. Dengan posisi yang sama tinggi, kita juga tidak menganggap rendah mereka yang berbuat salah. Ya, faktanya memang mereka salah. Tetapi setelah diakuinya kesalahan itu, kita
sadar jika mereka juga manusia biasa. Saat kita sendiri yang salah pun, kita tidak terlalu gengsi mengakuinya. 'Boss tidak pernah salah," kata orang. Makanya, tidak usah sok nge-boss biar tidak susah mengaku salah. "Orang pinter mesti bener," katanya. Makanya, zangan sok pinterlah. "Orang suci jauh dari dosa," kata yang lain. Kalau kita tidak sok suci, maka tidak sulit lagi untuk mengakui kekurangan diri, meminta maaf dari orang lain, dan melakukan perbaikan.
 
5.      Akuilah semuanya, agar dimaafkan.  Ayah saya tahu, jika saya mengambil uang itu. Beliau bisa saja memaksa merogoh saku baju saya. Pasti uang itu bisa ditemukan dengan mudah. Tapi tidak dilakukannya. Perlakuan Ayah merupakan momentum penting bagi saya. Jika beliau memaksa, bisa jadi saya akan mencari cara untuk menyembunyikannya ditempat paling sulit. Boleh jadi, hari ini saya menjadi ahli dalam berkilah dan bersilat lidah. Namun, Ayah telah berhasil membuat saya mengakuinya secara sukarela, menyampaikan penyesalan, dan merasakan betapa indahnya mengakui kesalahan. Sampai hari ini, jika saya berbuat salah pada Anda, maka Anda tidak perlu menginterogasi saya. Cukup tunjukkan dimana salah saya, maka saya akan mengakuinya. Saya menyadari pelajaran yang diberikan oleh Ayah bahwa; setiap kesalahan yang diakui mempunyai peluang untuk dimaafkan. Logis, ya? Tidak mungkin kita bisa memaafkan sesuatu yang tidak diakui, kan? Maka jika kita memang telah
melakukan kesalahan, sebaiknya berhenti ngeyel. Akuilah semuanya. Karena dengan pengakuan itu, kita punya kesempatan untuk dimaafkan.  
 
Kitab suci dengan jelas merekam wahyu Tuhan yang berfiman;"Pada hari ini Kami tutup mulut mereka. Tangan mereka akan berkata kepada Kami. Dan kaki mereka akan memberi kesaksian. Terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan." Merinding kulit tubuh kita jika memahami makna ayat suci itu. Kita sama sekali tidak bisa bersembunyi dari apa yang pernah kita lakukan dimasa lalu. Semakin kita bersembunyi, semakin tidak termaafkan kesalahan itu. Maka sebelum mulut kita ditutup, mari gunakan dia untuk mengakui bahwa kita telah berbuat salah. Mari gunakan lidah ini untuk memohon maaf dengan tulus. Dan mumpung masih ada waktu, mari kita lakukan perbaikan meski sedikit demi sedikit. Semoga dengan begitu, orang lain bersedia melihat bahwa kita memiliki komitmen untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Dan semoga dengan begitu, tangan dan kaki kita memberi kesaksian yang baik. Pada hari ketika tangan dan kaki ini mendapat giliran untuk bicara.
 
Mari Berbagi Semangat!
DEKA - Dadang Kadarusman – 22 November2011
Trainer Bidang Kepemimpian dan Pembedayaan Diri
Penulis buku "Natural Intelligence Leadership"(Tahap editing di penerbit)
 
Catatan Kaki:
Bersembunyilah sejauh yang Anda bisa. Namun sejauh apapun itu, tak mungkin Anda bisa selamanya menyembunyikan diri.
 
Silakan di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain, langsung saja; tidak usah minta izin dulu. Tapi tolong, jangan diklaim sebagai tulisan Anda sendiri supaya pahala Anda tidak berkurang karenanya.

Follow DK on Twitter @dangkadarusman

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
MARKETPLACE

Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.

.

__,_._,___
[gudang-ilmu] Artikel – Makanan Yang Membahayakan Keluarga Kita

[gudang-ilmu] Artikel – Makanan Yang Membahayakan Keluarga Kita

 

Artikel – Makanan Yang Membahayakan Keluarga Kita
 
Hore, Hari Baru! Teman-teman.
 
Catatan Kepala:"Makanan yang kita santap tidak hanya mempengaruhi kebugaran fisik saja, melainkan juga kesehatan mental kita."
 
Saya tidak akan membahas tentang junk food, gulai otak, sop kaki kambing, atau jenis-jenis makanan semacamnya. Selain sudah banyak yang membahasnya, makanan-makanan seperti itu juga masih oke saja untuk dinikmati sekali-sekali. Saya lebih tertarik membahas tentang jenis makanan yang sangat berbahaya bagi keluarga kita, bahkan jika kita hanya memakannya sedikit saja. Makanan-makanan ini mungkin tidak berbahaya bagi kesehatan tubuh kita, tetapi justru sangat merusak kesehatan mental seseorang. Mengapa bisa begitu? Karena ternyata, makanan yang kita santap tidak hanya mempengaruhi kondisi fisik saja, melainkan juga kesehatan mental kita. Sudahkah Anda mengetahui makanan apa sajakah yang berbahaya itu?
 
Ada kisah tentang sebuah keluarga yang 'serba berkecukupan'. Apapun yang mereka inginkan, selalu bisa didapatkan. Sayangnya, tak satupun dari anggota keluarga itu yang 'beres'. Ada saja 'perilaku' mereka yang menyimpang dari norma umum. Menjelang masa tuanya sang kepala keluarga mencari-cari jawaban; mengapa keluarganya yang serba wah itu bisa berantakan? Dengan bantuan penasihat spiritual yang dipercayainya akhirnya beliau menemukan bahwa semua itu ternyata berakar dari nafkah yang diberikan kepada keluarganya. Sebagian besar nafkah itu diperolehnya melalui cara-cara yang tidak sepatutnya. Sekarang beliau faham, mengapa Nabi suci mewanti-wanti kita agar memberi nafkah yang halal bagi keluarga. Dampaknya tidak beliau rasakan ketika masih muda, berjaya dan berkuasa. Namun justru semakin jelas terlihat ketika usianya menjelang senja. Sayangnya, mesin waktu tidak bisa diputar ulang. Sekarang, beliau hanya bisa melihat, betapa merusaknya efek
dari nafkah tidak halal yang diberikan kepada keluarganya. Saya, ingin sekali terhindar dari penyesalan masa tua seperti itu. Dan tampaknya, kita bisa memulainya dengan menghindarkan diri dan keluarga kita dari nafkah yang tidak berkah. Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar mewaspadai makanan yang membahayakan keluarga kita, saya ajak memulainya dengan mempraktekkan 5 prinsip Natural Intelligence berikut ini:     
 
1.      Menyayangi anak-anak kita. Masa pertumbuhan, begitulah kita menyebut tahapan kehidupan anak-anak kita. Mulai dari terbentuknya janin dalam rahim. Lalu lahir sebagai bayi mungil. Kemudian tumbuh menjadi balita dan akhirnya menjadi buah hati yang kita banggakan hingga mereka beranjak dewasa. Sekarang, mari kita bayangkan; bagaimana seandainya setiap sel sekujur tubuh buah hati kita itu dibangun dari nafkah yang tidak suci? Bukankah setiap kali kita memberinya makanan dan minuman akan dimetabolisme menjadi bahan dasar pertumbuhan sel-sel tubuhnya? Maka memberi mereka makanan dan minuman dari nafkah yang bukan hak kita sama artinya dengan menodai tubuh anak-anak kita sendiri. Tidak heran jika anak-anak kita hanya tumbuh bagus fisiknya saja. Tetapi perilakunya sangat jauh dari harapan kita sebagai orang tuanya. Seburuk apapun perilaku kita, tentu kita ingin anak-anak kita menjadi pribadi mulia. Maka sudah sepatutnya kita berhati-hati dengan
setiap butir nasi dan tetesan minuman yang kita suapkan ke mulut mereka. Agar kita bisa memastikan bahwa setiap sel didalam tubuhnya yang terus bertumbuh kembang itu,  hanya ada nafkah yang berkah.
 
2.      Menjaga kesehatan mental kita. Kalau sedang ke supermarket, coba sesekali perhatikan perilaku orang di area buah-buahan. Ada saja yang mengambil anggur atau jeruk lalu 'diam-diam' memakannya, kan? Padahal, mereka bisa membaca tulisan ini "TIDAK UNTUK DICOBA". Dalam skala yang lebih besar, cobalah perhatikan orang-orang yang terbiasa menyantap harta yang bukan haknya. Bisakah Anda menemukan penyimpangan dalam perilakunya? Ternyata, makanan yang kita santap itu tidak hanya mempengaruhi fisik lho. Mental kita pun turut terpengaruh. Efek paling rendah dari nafkah tidak berkah adalah 'hilangnya rasa malu'. Meskipun dilihat banyak orang – kalau sudah terbiasa mengambil bukan hak kita – maka kita akan kehilangan rasa malu. Cobalah perhatikan wajah mereka ketika disorot kamera TV. Tetap ceria kan? Padahal kata Rasulullah; "Malu adalah sebagian dari iman." Tanpa rasa malu, iman bisa rusak separuh. Malu adalah juga tanda sebuah
kewarasan. Maka selain iman yang rusak, hilangnya rasa malu untuk mengambil yang bukan hak kita menunjukkan adanya kerusakan mental.
 
3.      Melanggengkan ketentraman hati kita. Setelah memasuki masa pensiun, kita ingin menjalani kehidupan yang tentram, kan ya? Tapi, coba Anda perhatikan bertapa banyak orang yang memasuki masa pensiun justru dikejar-kejar oleh aparat hukum. Banyak orang yang kehilangan kesempatan untuk menikmati masa tua dengan penuh kedamaian hanya karena harus mempertanggungjawabkan tindakan masa lalunya. Benar, tidak semua yang dulu pernah berbuat salah ketahuan. Banyak yang lolos dari jerat hukum. Tapi hey, bisakah Anda membayangkan apa yang dirasakannya didalam hati selama menjalani hari-harinya? Ketika rumah kita yang biasanya ramai menjadi sepi. Dikala anak-anak kita yang biasanya berisik sudah tinggal di rumahnya masing-masing; kita akan kembali memasuki masa-masa sunyi. Dikala sunyi itulah biasanya kita lebih bisa mendengar bisikan nurani. Sepongah apapun kita, tetap saja akan luluh saat mendengar nurani kita berbicara apa adanya. Seangkuh apapun kita,
tetap saja bergetar ketika hati kita mengingatkan bahwa 'saatnya akan segera tiba'. Duh, dengan semua yang sudah kita lakukan dimasa lalu; bagaimana kita bisa menyongsong kedatangan 'sesuatu yang pasti datang' itu dengan hati tenteram? Makanya, mumpung masih ada waktu; mulai sekarang kita hindari tindakan-tindakan yang akan menimbulkan sesal dikemudian hari. Cukuplah dengan apa yang menjadi hak kita. Yang lainnya, sudahlah lepaskan saja.
 
4.      Mustajabkan doa-doa kita. Kapan terakhir kali Anda berdoa? Mungkin Anda melakukannya setiap hari, iya kan? Doa untuk anak-anak kita. Doa untuk Ayah dan Bunda kita. Doa untuk orang-orang yang kita cintai. Dan doa untuk diri kita sendiri. Bahkan sekalipun kita jarang berdoa, tapi pada saat-saat 'genting' pasti kita memanjatkan doa. Kita ingin agar Tuhan mendengar doa-doa kita. Dan berkenan mengabulkannya. Pertanyaan saya; berapa banyak doa Anda yang sudah terkabulkan? Boleh jadi, hal itu berkaitan dengan nafkah yang kita makan lho. Guru kehidupan saya mengisahkan tentang nasihat Rasul. Kata beliau; "Setiap suap makanan yang tidak halal akan menghalangi doa seseorang selama 40 hari."  Jika Tuhan tidak mau mendengar doa kita selama 40 hari untuk sesuap makanan tidak halal yang kita santap, bayangkan; berapa puluh tahun pintu doa itu akan tertutup jika kita sudah terbiasa  mengambil sesuatu yang bukan hak kita?  Jika kita ingin agar
doa-doa itu dikabulkan Tuhan, maka kita harus bersedia mengakhiri semua tindakan mengambil harta, nafkah, uang atau benda-benda apapun yang bukan hak kita.
 
5.      Mendekati Yang Maha Baik dengan yang baik. Saya yakin jika sebagai orang yang beriman Anda menginginkan untuk bisa berdekat-dekatan dengan Tuhan. Kita percaya bahwa Tuhan adalah Yang Maha Baik. Bukankah tidak mungkin Sang Maha Baik bisa didekati dengan sesuatu yang tidak baik? Makanan yang masuk kedalam tubuh kita akan menyatu dengan seluruh bagian tubuh. Jika makanan kita baik, maka tubuh kita juga baik. Tetapi, jika makanan kita buruk atau didapat dengan cara yang buruk; bagaimana mungkin kita bisa berharap menghasilkan tubuh yang baik? Duh, tidak ada pencapaian tertinggi yang paling dirindukan oleh manusia selain bertemu dengan Tuhannya di sorga kelak. Namun, apakah Dia bersedia menerima kita atau tidak; sangat ditentukan oleh kualitas makanan yang kita santap selama didunia. Namun karena Tuhan itu Maha Baik, maka untuk bisa mendekatiNya kita butuh membangun tubuh kita dengan makanan yang didapatkan dengan cara yang baik.
 
Mungkin kita tidak bisa menjadi mahluk yang suci. Tapi setidak-tidaknya kita tidak bersengaja mengotorinya dengan makanan dari nafkah yang tidak berkah. Setiap kali tergoda untuk mengambil yang bukan hak kita, ingatlah selalu bahwa darah dan tubuh anak kita akan terpengaruh. Mental dan hati kita akan menjadi hampa. Doa-doa kita akan tertolak. Dan kita, tidak pernah bisa bertemu dengan Tuhan yang kita rindukan. Semoga dengan kesadara itu, kita merasa tercukupkan dengan apa yang memang sudah menjadi hak kita. Sehingga nafkah yang kita berikan kepada keluarga kita dijamin nilai berkahnya. Dan dengan begitu, keluarga kita bisa terhindar dari makanan-makanan yang mambahayakan dunia dan akhiratnya.
 
Mari Berbagi Semangat!
DEKA - Dadang Kadarusman – 18 November2011
Trainer Bidang Kepemimpian dan Pembedayaan Diri
Penulis buku "Natural Intelligence Leadership"(Tahap editing di penerbit)
 
Catatan Kaki:
Nafkah yang berkah tidak hanya mengeyangkan dan menyenangkan kita didunia, namun juga menjamin keselamatan di akhirat kelak.
 
Silakan di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain, langsung saja; tidak usah minta izin dulu. Tapi tolong, jangan diklaim sebagai tulisan Anda sendiri supaya pahala Anda tidak berkurang karenanya.

Follow DK on Twitter @dangkadarusman

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
MARKETPLACE

Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.

.

__,_._,___
[gudang-ilmu] Artikel – Menyia-nyiakan Diri Sendiri

[gudang-ilmu] Artikel – Menyia-nyiakan Diri Sendiri

 

Artikel – Menyia-nyiakan Diri Sendiri
 
Hore, Hari Baru! Teman-teman.
 
Catatan Kepala:"Segala sesuatu yang ditelantarkan akan lebih cepat rusak dibandingkan dengan sesuatu yang digunakan setiap hari."
 
Judul tulisan saya terkesan sangat sadis sekali. Seolah-olah kita ini sudah sedemikian putus asanya sehingga diri sendiri pun disia-siakan. Kita, memang tidak sampai membuat diri sendiri terlantar seperti mereka yang sudah kehilangan kesadaran dirinya. Namun, jika ditilik lebih dekat lagi; ada begitu banyak potensi diri kita yang sampai saat ini belum kita daya gunakan. Kita tahu jika kita mampu, namun kita tidak melakukannya – misalnya. Kebiasaan untuk bekerja setengah-setengah juga menunjukkan jika kita masih suka menyia-nyiakan diri kita sendiri. Demikian pula halnya jika kita masih senang berkilah; "Saya akan melakukannya, jika saya sudah menjadi blablabla…" Meski kita rajin merawat tampilan fisik kita – namun jika sikap kita masih seperti – maka itu menunjukkan bahwa kita menyia-nyiakan diri kita sendiri.
 
Saya memiliki sepeda BMX berwarna silver. Ada dua sepeda lainnya milik anak-anak saya. Bedanya, mereka menggunakan sepeda itu setiap hari, sedangkan saya sudah sangat lama sekali tidak menyentuhnya. Sore itu, saya berniat bermain sepeda dengan anak-anak. Namun niat itu tidak terlaksana karena saya mendapati kondisi sepeda itu benar-benar diluar dugaan. Selain dipenuhi oleh debu, kedua bannya juga gembos. Rantainya kering, dan di bagian-bagian tertentu sudah nyaris ditumbuhi jamur. Sungguh sangat jauh berbeda kondisinya dengan sepeda anak-anak saya. Apakah anak-anak mencuci dan membersihkan sepeda mereka setiap hari? Tidak. Tapi mengapa sepeda mereka tetap tampak terawat? Sederhana saja; mereka menggunakannya setiap hari. Bagaimana dengan sepeda saya? Dia telah lama saya telantarkan, hingga menjadi lebih cepat rusak. Jangan-jangan, saya juga telah menelantarkan begitu banyak potensi diri yang saya miliki. Dulu saya bisa ini dan itu. Namun karena jarang
dipakai, saya tidak lagi memiliki kemampuan itu. Pagi ini saya tersentak oleh sebuah kesadaran tentang betapa berbahayanya menyia-nyiakan diri sendiri. Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar mewarat diri sendiri, saya ajak memulainya dengan memahami 5 prinsip Natural Intelligence berikut ini:     
 
1.      Praktekkan terus agar tetap aktual. Beberapa waktu lalu saya curhat kepada istri saya tentang kemampuan bahasa Inggris saya yang sudah mulai kedodoran. Dulu, saya terbiasa berkomunikasi dalam bahasa Inggris baik secara verbal maupun lewat tulisan. Meskipun kemampuan bahasa Inggris saya tidak menonjol, namun memadai untuk menjalankan tugas-tugas di level internasional. Bahkan saya bisa menulis dan menerbitkan buku dalam bahasa Inggris. Setelah pensiun, saya jarang berkomunikasi dengan orang-orang berbahasa Inggris. Sekarang kemampuan berbahasa Inggris saya tidak secanggih dulu. Malah ada beberapa kosa kata yang saya sudah lupa artinya. Semua keterampilan akan sirna jika kita tidak memperdulikannya. Keterampilan kerja Anda akan berkurang, jika Anda mulai malas untuk mempraktekkannya. Maka dari itu, pikirkanlah kerugian yang akan Anda sendiri alami, setiap kali Anda tergoda untuk bekerja asal-asalan. Karena kerja yang asal-asalan bukan hanya
merugikan perusahaan, melainkan sangat merugikan diri Anda sendiri. Bahkan ketika Anda sedang kesal dengan atasan, teman atau kebijakan yang diambil perusahaan. Teruslah mengerahkan semua kemampuan yang Anda miliki secara optimal. Sebab, hanya itulah satu-satunya cara bagi Anda untuk menjaganya agar tetap aktual.
 
2.      Latih terus agar semakin mahir. Berapa banyak kursus, training dan pelatihan yang pernah Anda ikuti? Mungkin sangat banyak sekali. Sekarang, berapa banyak kemampuan atau keterampilan yang Anda peroleh dari training itu yang masih bisa Anda praktekkan dengan baik? Faktanya, banyak orang yang hanya memiliki sertifikat menterengnya, namun tidak lagi memiliki kemahirannya. Ada sebuah CV yang memuat begitu banyak jenis kursus yang pernah diikuti seorang kandidat karyawan baru. Beliau bisa menjelaskan jenis-jenis kursus itu dengan sangat fasih.  Namun ketika diminta untuk 'mendemonstrasikan' keterampilah yang didapat darinya? Hmmh, hampir tidak ada bedanya dengan orang-orang yang tidak pernah mengikuti macam-macam event mahal dan bergengsi itu. Jelas sekali jika kemampuan untuk 'melakukan' sesuatu sama sekali tidak berhubungan dengan 'menceritakannya'. Padahal, dalam sebagian besar kondisi yang kita hadapi; perusahaan membutuhkan
keterampilan untuk 'melakukan' sesuatu, bukan menceritakannya kembali. You can talk, but you must work. Silakan saja jika Anda ingin membicarakannya. Tetapi yang terpenting adalah; Anda melakukannya. Dan kemampuan untuk melakukan sesuatu itu perlu terus dilatih agar bisa berkembang menjadi sebuah 'kemahiran'. Apakah trainer Anda bersedia untuk terus menerus melatih dan hadir disisi Anda? Sebagai seorang trainer, saya mengakui bahwa saya tidak sanggup begitu. Anda harus melatihnya sendiri. Dan cara latihan terbaik adalah mempraktekkan semua ilmu dan keterampilan – yang sudah Anda pelajari di ruang training itu – dalam aktivitas kerja harian Anda.
 
3.      Amalkan terus agar semakin berguna. Salah satu nasihat paling indah yang pernah saya dengar adalah;"Ilmu yang bermanfaat itu pahalanya mengalir sampai kiamat." Duh, betapa beruntungnya orang-orang yang berilmu dan bersedia menggunakan ilmunya untuk kemanfaat dunia yang ditinggalinya. Guru kehidupan saya menyebutnya sebagai 'rahmatan lil alamin', menjadi rahmat atau anugerah bagi semesta alam. Maka wajar jika orang-orang seperti itu tetap mendapat ganjaran pahala kebaikan meskipun sudah almarhum. Karena mereka tidak bosan-bosannya menggunakan ilmu yang mereka miliki untuk mengasilkan sebuah karya yang berguna bagi siapa saja. Sekarang, mari kita tengok sejenak apa yang sudah atau biasa kita lakukan dengan ilmu dan keterampilan kita. Bukankah kita sering enggan untuk menggunakan seluruh ilmu dan kemampuan maksimal kita hanya karena kita merasa "ini bukan perusahaan gue!". Atau, "gaji gue cuma segini kok." Atau, "rajin dan
malas imbalannya sama, mas. Nyapain ngoyo….?"  Iya, ya; ngapain ngoyo? Benar, kita tidak usah ngoyo. Karena yang harus kita lakukan memang bukan ngoyo, melainkan menjadikan diri kita berguna bagi banyak orang. Jika Anda tidak ingin mendedikasikannya untuk perusahaan tempat Anda bekerja, maka Anda bisa melakukannya untuk Anda sendiri. Sebab semua kinerja yang Anda berikan bukan hanya berdampak pada perusahaan, melainkan memberi manfaat kepada teman-teman Anda, pelanggan Anda, dan yang pasti diri Anda sendiri. Maka amalkanlah terus ilmu dan keterampilan Anda, agar hidup Anda bisa semakin berguna.
 
4.      Gali terus agar faham semakin mendalam. Salah satu aspek yang paling saya sukai dalam menjalankan profesi sebagai seorang trainer adalah; saya berkesempatan untuk menggali semakin dalam terhadap suatu aspek yang hendak saya bagikan. Dari waktu kewaktu pemahaman saya menjadi semakin mendalam. Dan perkembangan pemahaman itu juga mempengaruhi kedalaman materi yang saya sampaikan. Makanya – meski topiknya sama – boleh jadi setiap sesi training saya berbeda dengan sesi training sebelumnya yang sudah saya lakukan. Sama seperti halnya pekerjaan atau aktivitas harian yang kita lakukan. Jika kita menjalaninya dengan tetap mengobarkan keingintahuan, maka pasti kita akan mendapatkan sebuah pelajaran baru. Jika kita tetap menggelorakan kesediaan melakukan perbaikan, pasti kita menemukan hal-hal yang bisa kita tingkatkan. Tapi kalau kita hanya melakukannya dengan semangat alakadarnya, maka kita akan kehilangan kesempatan untuk menemukan inspirasi
baru, fakta-fakta baru, pemahaman baru, dan peluang-peluang baru. Mengapa bisa begitu? Karena bahkan dalam kegiatan-kegiatan yang itu-itu saja pun terdapat begitu banyak fenomena yang belum tersingkap. Semua itu, hanya akan bisa ditemukan oleh mereka yang bersedia untuk terus menggali pemahaman yang lebih dalam. Dan itulah yang bisa menjadikan dirinya terus berada digaris terdepan.
 
5.      Gunakan terus seusai keinginan pemberinya. Mau diapain tuch sepedanya? Begitu istri saya bertanya. Berikan saja kepada seseorang, begitu saya merespon. "Gampang," balasnya. "Banyak kok yang mau sepeda itu." Saya terperanjat dengan jawabannya. Bukan karena tidak rela, melainkan saya ingin agar sepeda itu 'jatuh' ketangan orang-orang yang memang akan merawat dan menggunakannya. Bukan kepada mereka yang hanya mau mengambilnya, lalu menjualnya karena ingin gampangnya. Saya ingin sekali agar orang yang menerima sepeda itu menggunakannya sesuai dengan bayangan saya. Kira-kira, Dzat yang telah memberi kita segala kemampuan ini menginginkan kita mengunakannya untuk apa ya? Saya tidak ingin memberi sepeda kepada mereka yang hanya akan membiarkannya terlantar. Maka pasti Tuhan pun tidak ingin kita menelantarkan semua kemampuan dan daya diri yang sudah diberikanNya. Saya tidak ingin orang itu menggunakan sepeda saya untuk menunjang
perilaku-perilaku buruk. Tuhan pun tidak ingin kita menggunakan daya diri ini untuk perbuatan-perbuatan buruk. Orang itu berjanji untuk merawat dan menggunakan sepeda itu sebaik-baiknya. Dan menurut kitab suci, sewaktu di alam ruh kita sudah berjanji kepada Tuhan untuk menjadi sebaik-baiknya hamba. Alastubirobbikum – bersediakah kau akui Aku sebagai Tuhanmu? Tanya Tuhan. Benar ya Tuhan, Engkaulah Tuhan kami. Begitulah kita menjawab untuk menegaskan bahwa kalau jadi lahir ke bumi; kita akan mematuhi aturan yang telah digariskanNya. Dan menggunakan seluruh daya diri ini dalam segala hal yang disukaiNya.
 
Tidak seorang pun mampu memahami sampai sejauh – setinggi – dan sebesar apa kecanggihan yang ada didalam dirinya. Kita hanya mengetahui sedikit saja. Sayang sekali jika dari yang sedikit kita ketahui itu lebih banyak yang kita biarkan terlantar, sehingga meski sudah tahu kita kembali menjadi tidak tahu. Setelah terampil kita kembali tidak mampu melakukannya; hanya karena kita enggan untuk menerapkannya dalam aktivitas sehari-hari. Memang, banyak pengaruh lingkungan yang tidak sesuai dengan keinginan kita sehingga kita kecewa dibuatnya. Namun, jika karena kekecewaan itu kita membiarkan kapasitas diri kita tidak terdayagunakan, maka itu sama artinya dengan menyia-nyiakan diri kita sendiri. Padahal, tidak ada kesia-siaan yang bisa memberi manfaat. Dan tidak ada kesia-siaan yang bisa menjadikan diri kita lebih baik. Dengan sikap itu, didunia kita hanya akan menjadi pribadi yang semakin tidak diperhitungkan. Sedangkankan diakhirat, kita hanya akan
menyesali segala sesuatu yang dahulu tidak kita lakukan. Maka, mulai sekarang; mari kita semakin banyak mendayagunakan kapasitas diri yang kita miliki. Agar didunia kita bisa lebih banyak berkontribusi. Dan diakhirat kita semakin dicintai Sang Maha Pencinta.
 
Mari Berbagi Semangat!
DEKA - Dadang Kadarusman – 16 November2011
Trainer Bidang Kepemimpian dan Pembedayaan Diri
Penulis buku "Natural Intelligence Leadership"(Tahap editing di penerbit)
 
Catatan Kaki:
Mendayagunakan kapasitas diri kita itu bukan untuk kepentingan orang lain, melainkan demi kebaikan diri kita sendiri.
 
Silakan di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain, langsung saja; tidak usah minta izin dulu. Tapi tolong, jangan diklaim sebagai tulisan Anda sendiri supaya pahala Anda tidak berkurang karenanya.

Follow DK on Twitter @dangkadarusman

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
MARKETPLACE

Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.

.

__,_._,___
[gudang-ilmu] Artikel – Teman Sekantorku Atau Temanku Dikantor?

[gudang-ilmu] Artikel – Teman Sekantorku Atau Temanku Dikantor?

 

Artikel – Teman Sekantorku Atau Temanku Dikantor?
 
Hore, Hari Baru! Teman-teman.
 
Catatan Kepala:"Segala sesuatu tentang kantor akan sirna kecuali kenangan manis yang kita bangun bersama teman-teman baik."
 
Ketika kita menyebut 'teman sekantor', sebenarnya kita tidak benar-benar ingin menyebutnya sebagai 'teman'. 'Dia bekerja di kantor yang sama dengan kita,' hanya itu maksudnya. Sekarang, saya ingin mengajak Anda untuk benar-benar 'berteman' dengan mereka, bukan sebatas status sebagai sesama karyawan di perusahaan yang sama. Apa memang perlu begitu? Penelitian menunjukkan bahwa mereka yang mempunyai teman baik dikantor, kehidupan kerjanya jauh lebih menyenangkan daripada orang-orang yang hanya sibuk dengan urusannya sendiri. Hal ini tidak hanya berdampak kepada pribadi orang tersebut, melainkan juga kepada tingkat kepuasannya dalam bekerja. Maksudnya, orang yang berhasil membangun pertemanan yang baik di kantor lebih bisa menikmati pekerjaannya. Apakah Anda merasakan hal yang sama?
 
Pekerjaan selesai tepat waktu dengan kualitas yang nyaris sempurna. Itulah obsesi saya di tahun-tahun awal perjalanan karir. Segala kebutuhan sudah terpenuhi di ruang kerja sehingga tidak banyak waktu terbuang percuma. Termasuk lunch box yang dibawa dari rumah. Dengan orang lain, saya berhubungan seperlunya untuk urusan pekerjaan. Semuanya jadi efisien. Namun kemudian saya menyadari, bahwa ternyata saya tidak memiliki banyak teman. Karir saya baik. Pendapatan saya cukup. Tetapi, saya seperti sendirian. Lalu saya bertanya; apakah karir seperti ini yang saya inginkan? Tiba-tiba saja saya menyadari bahwa saya membutuhkan lebih dari sekedar lap top, meja kerja, telepon dan tumpukan dokumen. Saya membutuhkan lebih dari sekedar 'orang sekantor'. Saya membutuhkan seseorang yang bisa menjadi sahabat bukan karena proyek yang harus dikerjakan bersama. Melainkan pertemanan sesuai fitrah manusia. Lalu saya memutuskan untuk mengubah cara bergaul dengan
teman-teman dikantor. Hasilnya? Kehidupan karir dan pribadi saya jauh lebih baik dari sebelumnya. Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar membangun hubungan dengan teman dikantor, saya ajak memulainya dengan memahami 5 prinsip Natural Intelligence berikut ini:     
 
1.      Mencari teman untuk tersenyum. Setiap orang membutuhkan rasa bahagia didalam hatinya. Kebahagiaan itu terpancar melalui raut wajahnya. Makanya, salah satu ciri orang bahagia adalah senyumnya yang indah menghias wajah. Walhasil, orang yang jarang tersenyum dikantor boleh jadi bukanlah orang yang bahagia. Masalahnya, untuk bisa tersenyum kita membutuhkan orang lain. Kita tidak mungkin tersenyum sendirian sambil tetap berharap disebut sebagai orang waras. Singkatnya, kita butuh orang lain agar bisa tersenyum secara sehat. Dan dengan senyum itu, kita bisa mendapatkan kebahagiaan yang kita dambakan di tempat kerja. Maka tidak ada cara lain untuk bahagia di kantor selain menjadikan teman-teman di kantor sebagai sahabat kita. Karena tanpa mereka, kita tidak akan pernah bisa tersenyum. Dan tanpa senyum rasa bahagia tidak pernah bisa menjadi milik kita.
 
2.      Merasa senasib sepenanggungan. Kita semua di kantor ini adalah para pribadi yang sedang memperjuangkan hidup. Mungkin kita punya alasan masing-masing. Tetapi, kita sedang sama-sama berjuang untuk mencapai sesuatu yang kita inginkan. Jujur saja; jika Anda bekerja dikantor itu, belum tentu Anda memang benar-benar ingin bekerja disana. Mungkin karena rewardnya yang besar. Mungkin karena jabatannya. Mungkin karena ada alasan lain. Jika Anda bisa mendapatkan semua yang Anda peroleh itu ditempat lain, apakah Anda masih ingin bekerja disana? Mungkin ya, mungkin tidak. Semuanya tidak mutlak. Namun satu hal yang pasti bahwa cepat atau lambat kita tidak akan bisa lagi bekerja disana. Meskipun kita masih ingin, tetapi hal itu tidak mungkin sehingga kita pun harus meninggalkannya. Itu tidak hanya saya dan Anda saja yang mengalami. Semua orang juga begitu. Makanya, kita dan orang-orang dikantor sebenarnya senasib sepenanggungan. Alangkah baiknya jika
kita bisa saling menjaga perasaan dalam pergaulan yang lebih sehat dengan sesama teman di kantor.
 
3.      Hubungan dua arah. Tidak seorang pun selalu berada dalam puncak semangat selama bekerja. Naik dan turun pasti terjadi. Ketika sedang 'down', kita membutuhkan seseorang yang bisa membantu kita kembali 'up'. Orang lain pun membutuhkan kita untuk alasan yang sama. Kita melihat banyak orang yang kehilangan motivasi, dan akhirnya gagal menjalani karirnya. Meski mereka tidak sampai tersingkir, tetapi menjalani keseharian dengan terpaksa dan tanpa gairah. Disekitar kita ada banyak orang seperti itu yang membutuhkan seseorang untuk kembali bangkit. Pada saat yang lain, mungkin kita sendirilah yang mengalami situasi sulit seperti itu. Dengan begitu, kita bisa saling menghibur dikala susah. Saling memotivasi saat kehilangan arah. Saling menguatkan saat sedang lelah. Dan tentu saling berkontribusi dalam pencapaian masing-masing sehingga hubungan saling menguntungkan itu bisa berjalan dua arah.
 
4.      Membangun jembatan emosi. Jika berteman dengan tulus, kita tidak lagi memiliki sifat dengki. Kita justru senang ketika teman kita mendapatkan sesuatu. Disaat begitu banyak orang yang 'tersiksa' batinnya karena kalah bersaing dengan orang lain, teman yang tulus justru ikut bahagia dengan merayakan kemenangan temannya. Bahkan jika mereka sedang saling bersaing; mereka tetap menjaga agar tidak saling menyakiti atau mencurangi. Apalagi saat tidak sedang bersaing. Teman kita memberi dukungan penuh seperti halnya kita yang selalu mendukung mereka. Beda banget dengan orang-orang yang tidak memiliki teman di kantornya. Mereka tidak memiliki keterikatan emosi apapun dengan orang lain, karena hubungannya hanya dibangun atas dasar tuntutan pekerjaan. Pertemanan kita membangun jembatan emosi positif, sehingga kita tidak tertarik lagi untuk saling mengakali atau mencurangi.
 
5.      Membuat kenangan positif. Pekerjaan kita hanya sementara. Jika tiba saatnya nanti, kita akan diminta untuk mengembalikan semuanya kepada perusahaan. Sejak saat itu, kita tidak lagi memiliki hubungan apapun dengan perusahaan. Namun, ada yang tidak berakhir begitu saja, yaitu; persahabatan yang telah kita bangun dengan teman-teman dikantor. Sesekali mungkin Anda akan merindukan kantor yang sudah Anda tinggalkan itu. Namun kerinduan itu bukan kepada pekerjaannya, melainkan kepada orang-orang yang pernah menjalin hubungan yang baik dengan Anda. Tidak seorang pun dapat merenggut kenangan indah itu dari benak kita. Setiap kebaikan yang kita berikan kepada rekan sejawat di kantor, atau kebaikan yang mereka lakukan untuk kita; akan menjadi kenangan abadi kita.
 
Saya pernah diingatkan seorang sahabat yang mewanti-wanti dalam bergaul dengan seseorang yang dinilainya sebagai pribadi yang 'licik'. "Hati-hati," katanya, "Dia bisa menusuk dari belakang." Saya mengakui jika nasihat itu bagus. Namun, saya memutuskan untuk terus berteman dengan siapapun di kantor. Jikapun benar ada orang yang licik, saya percaya satu hal; orang lain tidak akan pernah bisa berbuat licik kepada orang yang tahu bagaimana cara menghadapinya. Maka bertemanlah dengan siapapun di kantor Anda. Maka Anda akan mendapatkan lebih banyak manfaat. Dan kehidupan kerja Anda akan menjadi lebih baik lagi.
 
Mari Berbagi Semangat!
DEKA - Dadang Kadarusman – 15 November2011
Trainer Bidang Kepemimpian dan Pembedayaan Diri
Penulis buku "Natural Intelligence Leadership"(Tahap editing di penerbit)
 
Catatan Kaki:
Jika sudah tidak lagi bekerja disana, Anda ingin dikenang sebagai pribadi seperti apa?
 
Silakan di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain, langsung saja; tidak usah minta izin dulu. Tapi tolong, jangan diklaim sebagai tulisan Anda sendiri supaya pahala Anda tidak berkurang karenanya.

Follow DK on Twitter @dangkadarusman

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
MARKETPLACE

Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.

.

__,_._,___
[gudang-ilmu] Artikel – Seorang Pemimpin, Mesti Ngapain?

[gudang-ilmu] Artikel – Seorang Pemimpin, Mesti Ngapain?

 

Artikel – Seorang Pemimpin, Mesti Ngapain?
 
Hore, Hari Baru! Teman-teman.
 
Catatan Kepala:"Seorang pemimpin memposisikan diri dibarisan terdepan bagi orang-orang yang dipimpinnya, bukan bertengger diatas kepala mereka. "
 
Dibanyak tempat, kita bisa mendengar orang yang mengeluhkan tentang kepemimpinan seseorang. Biasanya, tentang atasannya. Bunyinya macam-macam, namun intinya sama. Hal ini menunjukkan adanya jurang pemisah yang cukup lebar antara harapan orang-orang yang dipimpin dengan kualitas kepemimpinan yang ditunjukkan oleh sang pemimpin. Kepemimpinan itu merupakan tanggung jawab yang sangat berat. Setidaknya, begitulah yang pernah saya rasakan. Oleh karenanya, hanya bisa ditunaikan oleh orang-orang yang memiliki komitmen untuk melayani. Mereka yang hanya ingin dilayani tidak akan mungkin berhasil menjalankan misi kepemimpinannya. Maka jika ada suatu kelompok kerja yang berantakan, boleh jadi itu disebabkan karena pemimpinnya belum melakukan apa yang seharusnya dia lakukan dalam melayani orang-orang yang dipimpinnya. Memangnya apa yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin?
 
Salah satu lokasi bermain favorit saya sewaktu kecil adalah stasiun kereta api. Hal paling menarik dari kereta api adalah ketika lokomotifnya bergerak menarik gerbong-gerbong yang berjejer. Sebuah lokomotif lebih sering berada di depan. Dia juga tidak pernah meninggalkan salah satu gerbongnya tertinggal ditengah jalan. Persis seperti itulah makna kepemimpinan. Sebagai pemimpin, kitalah yang menjadi lokomotif yang menentukan arah dan kecepatan gerakan anak buah kita seperti lokomtif yang menarik semua gerbongnya.  Jika lokomotif itu diam, maka gerbong pun diam. Makanya, jika kelompok kerja kita dinilai kurang dinamis, kita perlu introspeksi; apakah sebagai seorang pemimpin kita sudah menjadi lokomitif yang yang baik? Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar menjadi lokomotif kelompok kerja yang baik, saya ajak memulainya dengan memahami 5 prinsip Natural Intelligence berikut ini:    
 
1.      Menjadi mesin bagi kelompok kerja. Sebuah perusahaan hanya merekrut orang-orang terbaik. Sistem seleksi mereka sangat ketat sehingga orang sembarangan tidak mungkin bisa lulus. Kemudian orang-orang terbaik itu dibagi kedalam beberapa kelompok dengan bobot pekerjaan yang sebanding. Di awal tahun, setiap team mengajukan gagasan-gagasan yang brilian. Lalu mereka mendapatkan kesempatan untuk merealisasikannya. Di akhir tahun, sebagian besar kelompok menghasilkan pencapaian sesuai harapan. Tetapi, ada satu team yang menonjol. Bukan hanya hasilnya yang lebih baik, melainkan juga lebih banyak lagi inisiatif yang mereka buat. Antusiasme mereka sangat tinggi. Dan hubungan emosional mereka sangat erat. Apa yang terjadi? Sama seperti gerbong-gerbong yang berjejer di stasiun kereta api di kota kewedanaan kami. Pergerakan mereka sangat ditentukan oleh lokomotifnya. Bahkan orang-orang terbaikpun membutuhkan seorang pemimpin yang sanggup menggerakkan
mereka. Jika tidak, mereka hanya akan menjadi sekumpulan orang hebat yang memiliki begitu banyak kemampuan namun tidak terdayagunakan. Sebagai seorang atasan, kita adalah mesin bagi orang-orang yang kita pimpin. Jika kita tidak bergerak, mungkin mereka akan tetap jalan ditempat. Maka kitalah yang menentukan baik buruknya kinerja mereka.
 
2.      Menentukan arah pergerakan kelompok. Di stasiun itu ada begitu banyak rel yang saling berseliweran. Rumit sekali. Masing-masing menghubungkan jalur utama dengan pool gerbong-gerbong kosong. Setelah gerbong yang satu disambungkan dengan gerbong yang lainnya, lokomotif membawa gerbong-gerbong itu memasuki jalur yang seharusnya, lalu melaju ke arah tujuannya masing-masing. Bahkan orang-orang terbaikpun membutuhkan seorang pemimpin yang sanggup memberikan arah kepada mereka. Jika tidak, mereka hanya akan menjadi sekumpulan orang hebat yang bergerak kearah mana saja yang mereka suka. Sebagai seorang atasan, kita adalah penentu arah bagi orang-orang yang kita pimpin. Arah yang dimaksud bisa berupa sasaran-sasaran jangka pendek, atau jangka menengah. Bisa juga berupa visi jangka panjang. Kearah yang kita – sebagai pemimpin – tentukan itulah semua orang akan bergerak secara serempak. Jika kita tidak memberi arah yang jelas, mungkin mereka akan
memasuki jalur yang keliru sehingga tidak bisa sampai ke tempat yang seharusnya kita tuju.
 
3.      Menempatkan diri digaris terdepan. Sepanjang yang saya ingat, lokomotif itu jarang sekali berada diposisi yang paling belakang. Dia lebih sering berada di garis paling depan. Hanya sesekali saja dia 'mendorong' gerbong, yaitu ketika dia sedang mengatur letak parkir di pool atau pada saat sedang menyambungkan gerbong yang satu dengan lainnya. Dia memang butuh maju dan mundur. Namun ketika rangkaian kereka api itu sudah siap untuk melaju ke tempat tujuan; sang lokomotif senantiasa berada didepan. Begitu pula halnya dengan seorang pemimpin. Dia tidak hanya berteriak dibelakang meja. Dia juga bersedia berada dibarisan paling depan perjuangan yang dihadapi anak buahnya. Dalam konteks ini, tidak berarti kita mengerjakan tugas-tugas mereka. Karena dalam kepemimpinan berlaku premis "Do your part, I do mine." Setiap orang punya tugas dan perannya masing-masing. Namun semua peran itu hanya akan bisa berjalan dengan baik, jika setiap komponen
menunaikan tugasnya dengan baik, dan seperti lokomotif – pemimpinnya berada di garis terdepan usaha-usaha yang mereka perjuangkan.
 
4.      Terus menerus menyemangati. Sebelum kereta berangkat, terdengar bunyi peluit yang khas sekali. Tidak ada peluit lain yang bunyinya seperti itu. Sesaat kemudian lokomotif di stasiun kereta kami mengepulkan asap hitam diiringi bunyi 'gujes-gujes' tiada henti. Gerbong-gerbong mengikutinya dibelakang sambil mengeluarkan bunyi 'gemeretak duk duk duk'. Gujes-gujes di depan dibalas dengan geretak duk duk duk di belakang. Disepanjang perjalanan itu, seluruh rangkaian gerbong kereta api berlari sambil menyanyikan lagu mars penyemangat yang terus memnggelora. Seperti itulah gambaran sebuah team yang seharusnya. Pemimpinnya berlari di garis depan sambil tiada henti-hentinya menyemangati, sedangkan orang-orang yang dipimpinnya terus mengikuti sambil meneriakan yel-yel pembakar semangat. Orang-orang yang kita pimpin, membutuhkan dorongan semangat yang tidak pernah putus-putusnya. Maka sebagai seorang pemimpin, kita berkewajiban untuk menyumplai
dorongan semangat itu. Selama kita tidak mengenal lelah menyemangati mereka, maka mereka tidak akan pernah kehilangan semangat itu. Karenanya, salah satu fungsi penting dalam proses kepemimpinan kita adalah, terus menerus menyemangati mereka.
 
5.      Menambahkan 'human touch'. Menjadi pemimpin yang memiliki sifat-sifat lokomotif itu sudah termasuk top banget. Namun, ada satu aspek yang tidak dimiliki oleh lokomotif meskipun hal itu merupakan fungsi kepemimpinan yang sangat penting. Ini bukan soal kelemahan pada lokomotif, namun fakta yang menunjukkan bahwa memimpin manusia itu sungguh sangat berbeda dengan memimpin 'gerbong-gerbong'. Sebagai seorang pemimpin, kita membutuhkan pemahaman ini. Realitasnya, kita memimpin 'mahluk' yang tidak begitu saja mengikuti kita, atau manut saja terhadap apapun yang kita mintakan mereka melakukannya. Oleh sebab itu, kita membutuhkan kemampuan yang disebut 'human touch', alias sentuhan manusiawi. Artinya, kepemimpinan yang 'memanusiakan' mereka. Karena manusia ingin didengar, maka memanusiakan berarti bersedia mendengar. Karena manusia punya aspirasi, maka itu juga berarti kesediaan untuk mendorong dan menyokong aspirasi mereka.
Karena manusia mempunyai keinginan untuk dihargai, maka human touch juga berarti kesediaan untuk menghormati dan menghagai harkat martabat orang-orang yang kita pimpin. Pendek kata, seorang pemimpin yang bersedia untuk mempertimbangkan seluruh aspek kemanusiaan orang-orang yang dipimpinnya.
 
Guru kehidupan saya mengabarkan bahwa diantara orang-orang yang paling disukai oleh Tuhan dihari perhitungan adalah orang-orang yang semasa hidup menjadi pemimpin yang adil. Sebaliknya, orang yang paling dibenci Tuhan pada hari itu adalah orang-orang yang semasa hidupnya menjadi pemimpin yang lalai. Maka menjadi pemimpin adalah sebuah pertaruhan; untuk menjadi pribadi yang dicintai Tuhan, atau dibenciNya. Jika sekarang kita sudah mendapatkan amanah kepemimpinan itu, maka dihari kebangkitan nanti kita akan dihadapkan pada kedua kemungkinan itu. Mumpung masih ada waktu, mari kita belajar lagi untuk menjadi pemimpin yang lebih baik. Agar kelak, kita termasuk kedalam golongan orang-orang yang dicintai Tuhan berkat amanah kepemimpinan yang kita tunaikan.  
 
Mari Berbagi Semangat!
DEKA - Dadang Kadarusman – 14 November2011
Trainer Bidang Kepemimpian dan Pembedayaan Diri
Penulis buku "Natural Intelligence Leadership"(Tahap editing di penerbit)
 
Catatan Kaki:
Didunia: kepemimpinan adalah hasil melalui orang lain. Diakhirat: kepemimpinan adalah amal untuk orang lain.
 
Silakan di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain, langsung saja; tidak usah minta izin dulu. Tapi tolong, jangan diklaim sebagai tulisan Anda sendiri supaya pahala Anda tidak berkurang karenanya.

Follow DK on Twitter @dangkadarusman

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
MARKETPLACE

Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.

.

__,_._,___
[gudang-ilmu] Artikel – Pekerjaan Dengan Bayaran Tertinggi

[gudang-ilmu] Artikel – Pekerjaan Dengan Bayaran Tertinggi

 

Artikel – Pekerjaan Dengan Bayaran Tertinggi
 
Hore, Hari Baru! Teman-teman.
 
Catatan Kepala:"Gaji yang kita terima, belum tentu sesuai harapan. Sedangkan imbalan disisi Tuhan, pasti memuaskan."
 
Slip gaji diklasifikasikan sebagai dokumen confidential. Anda tentu tidak ingin orang lain mengetahui angka-angka yang tertulis dalam kertas slip gaji Anda, bukan? Kepada suami atau istri, mungkin tidak keberatan untuk memperlihatkannya. Tetapi kepada orang lain? Tentu tidak. Anehnya, kadang kita tergoda oleh rasa ingin tahu terhadap angka-angka yang tertera dalam slip gaji orang lain. Memang, Anda tidak bakal membuang-buang waktu untuk mengintipnya, apalagi secara paksa meminta orang lain memperlihatkannya. Tapi, jika ada kesempatan untuk melihatnya boleh jadi kosa kata yang kita gunakan berbunyi 'kenapa tidak?'. Lantas seandainya Anda 'berhasil' mengetahui slip gaji orang lain, apakah hal itu akan berdampak positif bagi Anda ataukah malah sebaliknya?
 
Ada sebuah kejadian menarik. Seorang manager secara tidak sengaja menemukan selembar kertas yang tergeletak dalam tray mesin foto copy kantornya. Untuk menggunakan mesin fotocopy itu dia harus memindahkan kertas 'tak bertuan' itu. Ketika meraihnya, dia menyadari jika kertas itu berisi data tentang gaji manager lain yang baru saja di hire dari perusahaan lain. Secara tidak sengaja pula, terlihatlah angkanya.  Dibandingkan dengan gajinya sendiri, beda berkali-kali lipat. Sejak saat itu, dia tidak bisa melupakan bahwa ternyata gaji yang selama ini diterimanya berbeda jauh dari kolega barunya. Dibawah deraan 'informasi' yang mengejutkan itu, sang manager memiliki 2 pilihan; menghadap atasannya untuk meminta kenaikan gaji, atau memendam rasa kesal atas perbedaan gaji dengan orang baru yang belum tentu kerjanya bagus itu. Sang manager tidak mengambil kedua pilihan itu. Dia tetap mengingat kejomplangan itu, namun tidak membiarkannya berpengaruh buruk
bagi perasaan dan perilakunya. Dia terus saja bekerja sebagaimana biasanya. Beberapa waktu kemudian, dia mendapatkan lebih banyak kepercayaan dan pendapatan hingga jauh melampaui angka orang lain yang pernah dilihatnya itu. Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar menyelami kisahnya, saya ajak memulainya dengan memahami 5 prinsip Natural Intelligence berikut ini:    
 
1.      Bayaran adalah sebuah kepantasan. Bersediakah Anda bekerja tidak dibayar? Mungkin mau kalau pekerjaan itu dilakukan untuk lembaga amal dan sesekali saja. Tetapi, jika dilakukan untuk organisasi bisnis atau sudah menjadi rutinitas? Hmmh…, sebaiknya Anda mempertimbangkan jawaban itu kembali. Wajar, jika kita tidak mau bekerja tanpa dibayar. Karena memang tidak pantas jika seseorang sudah bekerja untuk kita tetapi tidak mendapatkan bayaran yang sewajarnya. Bayaran atas pekerjaan yang dilakukan seseorang berbeda dengan tips. Boleh saja jika kita tidak memberi tips kepada seorang pelayan restoran yang menjalankan tugasnya untuk menyajikan makanan. Tetapi, kepada pembantu rumah tangga yang menyediakan makanan itu; wajib hukumnya untuk membayar gajinya. Setiap orang berhak mendapatkan pembayaran sesuai dengan pekerjaan yang dilakukannya. Dan orang atau seseorang yang mewakili lembaga yang mempekerjakannya berkewajiban untuk melakukan pembayaran
itu. Karena bayaran adalah sebuah kepantasan.
 
2.      Bayaran tidak pernah sepadan. Berapa bayaran yang Anda terima dalam sebulan? Sekarang coba bandingkan antara besarnya bayaran itu dengan resiko yang Anda hadapi dalam menjalankan pekerjaan itu. Resiko disepenjang perjalanan dari rumah menuju ke kantor, atau sebaliknya. Resiko selama melakukan pekerjaan itu. Resiko dalam perjalanan dinas diatas pesawat terbang, ditempat asing, atau di proyek.  Bagaimana dengan terkena serangan jantung di ruang kerja kita yang nyaman? Atau, resiko 'kecil' lainnya yang sering tidak kita sadari semisal; anak yang jarang bertemu ayah ibunya yang sibuk. Berapapun bayaran yang kita terima, tetap tidak pernah bisa sepadan dengan resiko yang dihadapi. Boleh dikata setiap pekerjaan memiliki resiko yang lebih besar daripada rupiahnya. Oleh karenanya, bekerja hanya dengan dorongan mendapatkan uang sungguh sangat dangkal. Kita perlu menambahkan 'kejaran atau penghasilan' lain dalam bekerja melampaui keingingan
kita untuk mendapatkan uang. Misalnya, perasaan yang dihasilkan salah seorang sahabat saya ketika mampu membantu bawahannya menapaki karir yang bahkan lebih tinggi dari dirinya. Atau ketika berhasil membuat pelanggannya tersenyum. Bagi sahabat saya itu, bahagia yang dirasakan didalam hatinya melampaui jumlah rupiah yang diterimanya setiap bulan. Bagaimana dengan Anda?
 
3.      Bayaran membatasi pemberdayaan diri. Bagi sahabat yang saya ceritakan itu, pembayaran yang diterimanya tidak membatasi dirinya untuk terus mendedikasikan seluruh kapasitas diri untuk pekerjaannya meski tahu dia dibayar lebih rendah dari kolega barunya. Sungguh sebuah kualitas yang langka. Kebanyakan orang terdemotivasi lalu mengurangi kualitas atau kegigihannya dalam bekerja. Hal itu dilakukan bahkan dalam keadaan 'tidak tahu' apakah orang lain dibayar berkali lipat lebih tinggi atau tidak. Kadang kita juga tergoda untuk bekerja asal-asalan hanya karena 'merasa' pantas dibayar lebih tinggi. Tidak salah dengan 'perasaan' seperti itu. Yang salah adalah cara kita mengekspresikannya. Mengurangi kualitas kerja sama sekali tidak bisa membawa kita kepada kemungkinan untuk mendapatkan bayaran yang kita anggap pantas. Sahabat saya tidak menukar kesediaannya dalam bekerja dengan besar kecilnya gaji yang didapatkannya. Dia tidak menjadikan
gaji sebagai alat penakar terhadap 'berapa banyak yang dia kontribusikan'. Dan jalur yang ditempuhnya terbukti ampuh mengantarnya meraih sesuatu yang diimpikan banyak orang. Disaat orang lain mengejarnya, dia malah dihampirinya. Mengapa bisa begitu? Karena kebanyakan orang menakar kinerjanya dengan gaji saat ini. Sedangkan dia terus memberdayakan diri tanpa memusingkan berapa bayaran yang sekarang diterimanya.
 
4.      Menetapkan tarip bayaran tertinggi. "Mengapa elo tidak mengharapkan bayaran yang tertinggi?" begitu saya bertanya kepadanya.  Pertanyaan itu dibalas oleh sebuah respon yang mengejutkan. "Lebih baik jika elo tanya; berapa tarip bayaranku," katanya. "Baiklah," kata saya. "Berapa berapa tarip bayaranmu?" Sebuah respon mengejutkan lain yang saya dapatkan. Sahabat saya mengatakan bahwa tarip bayarannya adalah sebuah angka yang tidak bisa dipenuhi oleh pemberi kerja manapun. Baginya itu bukanlah sebuah lelucon. Katanya; "makanya aku tidak pernah bekerja untuk siapapun selain untuk Dzat yang pasti sanggup memberiku bayaran dengan tarip tertinggi itu." Hmmh, sekarang saya mengerti. Dia melangkahkan kaki dari rumahnya menuju ke tempat kerja dengan Bismillah diiringi tekad untuk melayani seseorang pada hari itu melalui pekerjaan yang dijalaninya. Tidak pernah ada keluh kesah singgah dihatinya. Bahkan dalam keadaan serba
menyakitkan dan menyulitkan sekalipun. Dia yakin, semakin sulit pekerjaan yang dilaluinya hari itu; semakin tinggi tarip bayaran dari 'sang pemberi pekerjaan' itu. Begitulah caranya menetapkan tarip bayaran tertinggi. Dia menganggap apapun yang harus dilakukannya hari itu sebagai pekerjaan yang diberikan oleh Tuhan, untuk ditunaikannya. Maka, wajar jika tarip tertinggi yang ditetapkannya itu hanya bisa dibayar lunas oleh Sang Pemberi Kerja itu.
 
5.      Syarat mendapat bayaran tertinggi. Saya penasaran, bagaimana caranya mendapatkan tarip tertinggi itu? Jangan-jangan syaratnya sangat sulit? Bukankah semakin tinggi angka yang kita minta tentunya akan semakin sulit juga untuk mendapatkannya? Seseorang mungkin harus menjadi direktur untuk mendapatkan bayaran puluhan atau ratusan juta. Bagaimana mungkin karyawan yang tidak menduduki posisi tinggi seperti kita ini bisa mendapatkan bayaran dengan tarip tertinggi itu? Jabatan kita, ternyata tidak menentukan kualitas kerja kita. Dan posisi kita, sama sekali tidak mewakili kontribusi kita. Oleh karenanya, bayaran dengan tarip tertinggi itu tidak ada kaitannya dengan jabatan. Tangan kita ini, adalah anugerah bernilai tinggi. Ketika anugerah tangan ini disyukuri dengan menggunakannya untuk melakukan pekerjaan yang disukai Tuhan, maka Tuhanpun membayarnya dengan tarip tertinggi. Begitu pula dengan mata, kaki, kepala dan sekujur tubuh kita. Seperti
sahabat saya itu. Dia tabah saat dimarahi pelanggannya. Dia tetap tegar setelah diomeli habis-habisan oleh atasannya. Dia tenang saja waktu tahu dicurangi temannya. Dan dia juga begitu telatennya mengembangkan anak buahnya. Mengapa? Karena dia percaya jika setiap orang yang berkaitan dengan pekerjaannya adalah kiriman Tuhan. Sungguh, Tuhanlah yang menjadikan mereka sebagai sarana untuk memberinya pekerjaan pada hari itu. Maka melayani mereka, serasa melayani Tuhannya.  Sesederhana itulah syaratnya.
 
Boleh saja jika kita berusaha mengejar bayaran tinggi atas pekerjaan yang kita lakukan. Menyebar CV atau mengejar posisi yang lebih tinggi lagi. Tetapi hendaknya janganlah kita melupakan bahwa ada pekerjaan-pekerjaan sederhana dengan tarip bayaran yang paling tinggi. Yaitu pekerjaan yang dikirim oleh Tuhan melalui kehadiran orang-orang disekitar kita. Mungkin mereka adalah pelanggan produk-produk kita. Mungkin juga atasan kita. Boleh jadi bawahan kita. Atau kolega. Bahkan boleh jadi, mereka adalah orang-orang yang tidak kita kenal, tidak pula kita pernah berjumpa. Marilah kita layani mereka dengan niat untuk melayani Dzat yang mengirimkan mereka kepada kita.  Pasti kita akan dengan riang hati melakukannya. Maka apapun jenis profesi kita; kita bisa menjadikannya sebagai pekerjaan dengan bayaran tertinggi.
 
Mari Berbagi Semangat!
DEKA - Dadang Kadarusman – 11 November2011
Trainer Bidang Kepemimpian dan Pembedayaan Diri
Penulis buku "Natural Intelligence Leadership"(Tahap editing di penerbit)
 
Catatan Kaki:
Pekerjaan dengan gaji tertinggi bukanlah profesi bergengsi yang menghasilkan banyak uang. Melainkan pekerjaan apapun yang memiliki nilai dimata Tuhan.
 
Silakan di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain, langsung saja; tidak usah minta izin dulu. Tapi tolong, jangan diklaim sebagai tulisan Anda sendiri supaya pahala Anda tidak berkurang karenanya.

Follow DK on Twitter @dangkadarusman

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
MARKETPLACE

Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.

.

__,_._,___

Blogger news