Pages

feature content slider

Powered by Blogger.

Pages - Menu

Popular Posts

Arsip Blog

Blogger templates

[gudang-ilmu] Artikel: Be An Authentic Leader!

[gudang-ilmu] Artikel: Be An Authentic Leader!

 

Artikel: Be An Authentic Leader! 
 
Hore, Hari Baru! Teman-teman.
                                           
Betapa seringnya kita menasihatkan "jadilah dirimu sendiri!". Tapi berapa kali kita mengatakan itu kepada diri kita sendiri? Seolah kalimat itu tidak lagi cocok bagi mereka yang berlabel pemimpin. Padahal, justru pemimpinlah yang paling membutuhkan nasihat itu. Jika tidak, mereka hanya akan diombang-ambing oleh system nilai dan terori-teori dari luar. Coba saja ingat kembali; bukankah dalam setiap training kepemimpinan kita disodori dengan teori tambahan padahal training-training yang lalu pun belum kita implementasikan? Semakin banyak teori malah semakin membingungkan. Sesekali, cobalah untuk melupakan semua pelajaran canggih itu; dan jadilah diri sendiri. Memimpinlah dengan cara Anda sendiri. Saya tahu, Anda akan dikritik. Tetapi, sejauh yang masih saya ingat; tidak satupun teori kepemimpinan yang bisa benar-benar membantu bagaimana membagi waktu untuk mengembangkan orang-orang yang kita pimpin ditengah bertumpuknya agenda lain.
 
Jika hanya punya satu atau dua bawahan, mungkin tidak terlampau berat. Tetapi jika belasan atau puluhan? Benar, kita bisa memperkecil span of control dengan cara membuat 'layer' baru diantara kita dengan mereka. Namun, nyatanya kita tidak bisa mengandalkan proses pengembangan dengan cara itu. Makanya ketika bekerja, saya lebih memilih struktur horizontal daripada vertikal. Cara itu bukannya tanpa kritikan, misalnya; terlalu mengontrol atau tidak mau mendelegasikan. Faktanya, banyak pemimpin dunia atau perusahaan yang sukses dengan struktur organisasi yang sedatar mungkin. Sedangkan organisasi yang semakin vertical, menimbulkan birokrasi yang panjang, membentuk kerajaan-kerajaan kecil dan kelambanan pengambilan keputusan. Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar tentang bagaimana caranya mengembangkan bawahan ditengah tebatasnya waktu yang kita miliki; saya ajak untuk memulainya dengan mempraktekkan 5 kemampuan Natural Intelligence berikut ini:  
 
1.      Memetakan kekuatan masing-masing karyawan. Jika tujuan Anda hanya pergi ke suatu tempat yang sudah Anda kenali tikungan dan jalan tikusnya, Anda tidak membutuhkan peta. Tetapi perjalanan mengembangkan karyawan bukanlah rute mudah seperti itu. Mengapa? Karena bahkan setelah bertahun-tahun bekerja bersama mereka pun belum tentu Anda benar-benar mengenal mereka. Beruntung jika Anda punya budget untuk melakukan talent mapping. Lebih beruntung lagi jika budget itu tidak ada, sehingga sekarang Anda punya kesempatan untuk menguras seluruh kemampuan kepemimpinan Anda. Gunakan tangan kosong saja? Tapi kan tidak akan akurat? Hey, siapa bilang? Hasil test lembaga yang keren dan mahal pun belum tentu akurat. Percayalah, I have gone through those kinds. Bahkan sekalipun hasil pemetaan itu akurat, kemudian hanya diparkir di laci-laci lemari kita bukan? Jadi, jangan takut untuk melakukan sesuatu sekalipun harus dengan tangan kosong. Justru dengan begitu,
Anda memiliki alasan untuk menuntaskannya karena hal itu menggelitik sense of belonging Anda. Ini proyek gue. Maka mesti gue rawat beneran.
 
2.      Memberdayakan mereka sesuai hasil pemetaan Anda. Hasil pemetaan yang Anda lakukan itu sangat membantu untuk memberdayakan mereka sesuai dengan tingkatannya masing-masing. Misalnya, seseorang berkata kepada saya; "Ingin Menjadi Product Manager, Pak."  Saya periksa compatibility-nya dengan hasil pemetaan itu; cocok. Maka saya bisa meminta komitmen dia untuk melakukan 'what ever it takes' untuk menjadi Product Manager. Saya harus lakukan itu meskipun itu berarti dia akan pindah ke departemen lain. Yang lain berkata; "Saya disini saja sama Bapak," Maka saya katakan;"Kalau elu kerja hanya karena orang lain, elu nggak bakalan jadi apapun.  Apa lagi elu tahu gue nggak bakal lama-lama tinggal disini." Lalu dia bilang;"Tapi saya suka dengan bidang ini." Nah, kalau itu lain. Maka sejak itu saya bisa pegang komitmen yang lebih tinggi darinya. "Kalau elu mau jadi Product Manager, elu mesti bisa apa? Kalau elu mau jadi Research
Manager, elu mesti bisa apa? Kalau elu mau jadi bla-bla-bla manager, elu mesti bisa apa?" Pertanyaan standard itu menghasilkan jawaban yang berbeda. Namun dari perbedaan jawaban itulah saya mendapatkan komitmen dari mereka untuk melakukannya tanpa mesti disuruh-suruh lagi.
 
3.      Mengembangkan mereka melalui proses pengembangan orang lain. Dari sejumlah orang yang saya tanya "elu mau jadi apa?" hanya sedikit yang tidak menyebutkan kata 'Manager'. Bahkan ada yang cukup bernyali untuk mengatakan 'Mau menggantikan elu, Dang." Lumayan, ada juga penggemar saya rupanya, hahaha. Jawabannya bisa berbeda. Tetapi intinya sama, yaitu; mereka ingin menjadi pemimpin. Sekarang saya buka lagi hasil pemetaan tadi, lalu saya lihat apa yang saya mau mereka lakukan untuk diri mereka sendiri. Diantara mereka ada yang sudah waktunya 'praktek' menjadi 'coach'. Ada juga yang belum siap, atau memang tidak perlu. Maka sekarang, saya punya cukup orang yang bisa menjadi 'team coach' bagi semua karyawan di team saya. Sulitkah untuk mendapatkan komitmen mereka? Tidak. Saya hanya mengatakan; "Untuk meraih jabatan yang elu mau, elu pade mesti belajar meng-coach orang lain." Kalimat itu bisa diterima pikiran dan
perasaan, bukan? Lalu kami duduk bersama, melihat berapa total jumlah orang yang perlu di coach di team kami. Kemudian membagi jumlah mereka sama rata. Saya? Meng-coach orang tidak lebih banyak dari mereka. Sedangkan semua orang di team itu sekarang punya coach masing-masing. Anda mengembangkan mereka melalui proses pengembangan orang lain.
                                                               
4.      Memastikan orang-orang kunci tetap Anda tangani sendiri. Tingkat kematangan setiap orang berbeda-beda. Tetapi, gagasan demokratisasi sering sekali menuntut yang tidak-tidak. Ditempat saya juga begitu. Bahkan ada yang berani protes segala. Ya tidak ada masalah jika argumennya benar. Tetapi, pengembangan orang-orang kunci harus Anda sendiri yang melakukannya. Makanya saya tidak give-up itu kepada orang lain. Saya keras kepada mereka yang saya coach langsung, jika saya rasa harus keras. Nangis juga tidak masalah, jika harus demikian. Ada yang sampai mengadu kepada atasan saya. Tetapi, atasan saya tahu apa yang sedang saya lakukan untuk 'karyawan kesayangan saya itu'. Mungkin mereka menyadarinya belakangan setelah saya pergi. Atau mungkin tidak menyadarinya sama sekali. It doesn't matter. Tetapi, Anda tahu telah melakukan sesuatu yang menurut Anda paling efektif untuk mempersiapkan mereka untuk meraih apa yang mereka sendiri inginkan. Saya
yakin, para pemimpin hebat bukanlah mereka yang bersikap lembek. Melainkan mereka yang bersedia membayar apapun harganya; bahkan sekalipun mereka harus menuai kontroversi dan kecaman. Pelaut ulung tidak dilahirkan di samudera yang tenang. Kader yang tangguh juga demikian. Jadi, pastikan orang-orang kunci tetap Anda tangani sendiri.
 
5.      Mendokumentasikan catatan proses pengembangan. Dokumentasi itu sangat menyebalkan, memang. Tetapi, jika dituangkan dalam porsi yang tepat sangat membantu kita untuk melihat apa yang sudah dilakukan dan apa yang kita dapatkan. Kita tidak mungkin menghafal hal-hal seperti itu dengan lebih banyak lagi hal yang tak kalah pentingnya untuk dilakukan. Beberapa 'coach' terpilih tadi dibekali dengan selembar kertas berisi ruang-ruang kosong sederhana. Saya tidak memakai form coaching yang dibuat oleh para ahli yang complicated, melainkan saya membuatnya sendiri. This is my team. I know the needs better than any consultant on earth. Setiap kali mereka meng-coach seseorang, mereka harus menuliskan sesuatu, dan diverifikasi oleh orang yang dicoachnya. Saya membacanya secara random, tetapi menyimpan filenya dilemari sehingga bisa diakses kapan saja diperlukan. Jika terjadi pergantian leaderpun dokumen itu bisa membantu menyederhanakan proses
hand-over.
 
Kita sering secara keliru diajari atau mempersepsikan bahwa proses pengembangan orang-orang yang kita pimpin itu sangat rumit dan kompleks. Ya memang begitu jika kita terlalu terpaku kepada pakem-pakem yang tertera dalam text book. Memang buku-buku management itu bagus. Tetapi apa bagusnya suatu metode jika tidak bisa diimplementasikan? Kalau saya diijinkan untuk menyarankan sesuatu, maka inilah saran saya; Jadilah diri Anda sendiri dalam memimpin. Boleh mendengarkan orang lain, tetapi terapkanlah metode kepemimpinan yang benar-benar Anda perlukan bagi team Anda sendiri. Meskipun Anda dituduh aneh; biarin saja. Ini team Anda. Maka Anda sendirilah yang harus menentukan teori atau metode mana yang patut Anda gunakan, atau 'tanpa teori' sama sekali. Jangan takut digugat;"teori kepemimpinan mana yang jadi landasan elu?!". Jalan saja. Hey sebentar, saya mau membisikkan sesuatu; pemimpin seperti itu lho contoh 'The Authentic Leader' itu…
 
Mari Berbagi Semangat!
Dadang Kadarusman  - 1 Juli 2011
Master Trainer & Natural Intelligence Inventor
Website: http://www.dadangkadarusman.com
 
Catatan Kaki:
Semua teori kepemimpinan yang bagus ya memang bagus. Tetapi tidak ada yang lebih bagus dari keteguhan hati seorang pemimpin yang bersedia menguras habis seluruh daya dirinya demi kebaikan orang-orang yang dipimpinnya.
 
Silakan di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain.

Follow DK on Twitter @dangkadarusman

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
.

__,_._,___
[gudang-ilmu] Artikel: Cara Praktis Membangun Budaya Belajar Di Unit Kerja

[gudang-ilmu] Artikel: Cara Praktis Membangun Budaya Belajar Di Unit Kerja

 

Artikel: Cara Praktis Membangun Budaya Belajar Di Unit Kerja  
 
Hore, Hari Baru! Teman-teman.
 
Sebagai pemimpin, salah satu tugas terpenting Anda adalah; membangun budaya belajar di unit kerja Anda. Dan untuk urusan yang satu ini, kemungkinan besar Anda akan menghadapi banyak tantangan bahkan tentangan. Anda tidak sendirian. Salah satu nyanyian yang paling sering saya dengar adalah lagu yang berjudul "Banyak teori elu mah, Dang!". Itu ketika saya sharing tentang suatu konsep. Nyanyian nyaring lainnya berjudul "Pamer melulu elu mah, Dang!". Yang ini ketika saya sharing tentang implementasinya yang pernah saya terapkan. Cara kita merespon ilmu itu laksana tanah merespon air hujan. Jika tanah itu bersedia menerimanya, maka air hujan itu akan meresap kedalam dan menyuburkan. Jika tanah itu menolaknya, maka air yang menyegarkan itu hanya akan melintas dan menimbulkan kubangan. Tetapi, hujan tidak terlampau mempermasalahkan apakah tanah meresponnya dengan penerimaan atau penolakan. Ketika langit mengatakan; "Turunlah engkau wahai hujan…"
Maka  hujan pun patuh kepada perintahnya. Anda juga demikian. Jika menghadapi tantangan dan tentangan, tirulah hujan. Karena boleh jadi, ada seonggok tanah yang bersedia menerima setetas air yang Anda jatuhkan. Jikapun tidak ada, maka Anda telah menjalankan amanah langit untuk saling mengingatkan.
 
Salah satu cara yang saya rekomendasikan untuk Anda coba dalam membangun budaya belajar di unit kerja Anda adalah membuat forum sharing 1 kali sebulan. Mirip seperti acara training berdurasi 2 jam yang diikuti oleh SEMUA orang di unit kerja Anda. Siapa pembicaranya? Mereka sendiri. Biarkan mereka berkeringat ketika pertama kali berbicara di depan forum. Dan biarkan para manager mendengarkan pelajaran dari para staff, karena dalam forum sharing itu; ilmu diposisikan lebih tinggi dari  jabatan. Sebelum dilanjutkan perlu saya sampaikan bahwa sekarang, saya tidak melakukan hal ini lagi. Mengapa? Karena sekarang saya tidak lagi bekerja sebagai seorang karyawan professional yang memiliki anak buah. Namun bagi Anda yang tertarik mempraktekan pengalaman masa lalu saya dalam membangun budaya belajar di unit kerja, saya ajak untuk memulainya dengan menerapkan 5 kemampuan Natural Intelligence berikut ini:  
 
1.      Mulailah dari komitmen Anda sebagai pimpinan. Jika Anda hanya ingin mewujudkan budaya belajar secara individu, Anda tidak perlu melakukan apapun. Diantara sekian banyak anak buah Anda, ada sekurang-kurangnya 1 orang yang punya determinasi dan komitmen untuk mengembangkan diri. Tetapi, untuk membangun budaya belajar dan pengembangan secara kolektif, Anda tidak bisa membiarkannya berjalan begitu saja. Banyak orang yang mengira jika budaya belajar itu sangat mahal, menguras waktu yang banyak, dan harus memanggil 'para guru' tertentu. Keliru. Budaya belajar tidak dibangun oleh orang luar, melainkan oleh diri mereka sendiri didalam unit kerja Anda. Namun, mereka tidak akan pernah melakukannya jika sebagai pemimpinnya Anda tidak menunjukkan semangat pioneering. Maka mualih dengan menunjukkan komitmen Anda sendiri. Cepat atau lambat, mereka akan mengikuti irama yang Anda mainkan.    
 
2.      Mulailah dengan Anda sendiri yang berdiri di depan. Adalah 'human nature' untuk mengatakan;'Elu dulu deh, elu dulu…" Oleh sebab itu, pada pertemuan pertama, pembicaranya harus Anda sendiri. Anda beri contoh untuk berdiri di depan kelas itu seperti layaknya seorang trainer. Faktanya, Anda adalah seorang trainer bagi setiap orang yang Anda pimpin. Setelah itu, giliran mereka di sesi-sesi berikutnya. Saya sendiri sempat tertegun ketika di keesokan harinya koordinator yang kami tunjuk menyerahkan sebuah 'jadwal training' unit kerja kami selama setahun. Lengkap dengan pembicara utamanya, serta topik apa yang akan dibawakannya. Anda akan lebih terkesan lagi jika menemukan betapa orang-orang yang Anda pimpin itu memiliki kemauan, kemampuan dan komitmen yang tinggi untuk saling berbagi pengetahuan. Tetapi, mereka tidak akan berani memulainya jika pemimpinnya tidak memulai dengan memperlihatkan komitmen dan contoh yang langsung
didemonstrasikan. Jadi, mulailah dengan diri Anda sendiri yang berdiri di depan. Teori? Bukan. Ini adalah praktek yang saya terapkan.
 
3.      Ajaklah para staf senior Anda untuk bersama-sama menunjukkan keteladanan. Salah satu faktor perusak dalam budaya belajar adalah para senior dan manager yang ogah-ogahan. Dengan otoritas yang Anda miliki, Anda bisa mengajak mereka untuk bersama-sama dengan Anda menunjukkan keteladanan itu. Anda dan para manager harus duduk di ruang sharing itu tidak peduli sesulit apapun keadaannya. Saya memang meminta mereka mengijinkan saya membawa laptop. Sebelumnya, saya membangun pemahaman bahwa, seseorang yang menempati ruang kantor paling besar bisa menelepon saya kapan saja sehingga saya harus selalu siap dengan data yang beliau minta. Mereka setuju dengan satu catatan; lap top hanya dibuka ketika saya benar-benar harus melakukannya. Setiap senior dan manager yang tidak bisa hadir, harus mendapatkan izin khusus dari saya. Dan saya sendiri hanya boleh tidak hadir dengan 3 alasan; (i) sedang tugas keluar kota, (ii) sakit parah, atau (iii) meninggal
dunia. Mungkin Anda super sibuk. Tetapi mengalopkasikan waktu 2 jam sebulan untuk pertemuan sepenting itu bukanlah tuntutan yang berlebihan.
 
4.      Ijinkan para junior menampilkan kemampuan dirinya secara orisinal. Kita sering melihat seseorang hanya sekedar dalam konteks pekerjaan. Gue atasan elu, dan elu adalah bawahan gue! Tetapi kita sering lupa, bahwa ada begitu banyak aspek hidup mereka yang kita tidak mengetahuinya. Maka dalam forum itu, ijinkan mereka untuk share APAPUN yang menjadi passion mereka. Sampai saat ini, saya masih terkesan dengan sharing tentang 'Beternak Ikan Mas'  dari seorang data entry. Kekaguman saya belum hilang terhadap salah seorang staf cowok macho kami yang ternyata jago masak dan membikin kue. Saya masih ingat saat sesi dia seorang boss masuk ke ruangan dan bertanya;"What is going on here?" soalnya dinding kedap suara kami bukan sekedar gagal menahan suara tawa kami, melainkan juga meloloskan aroma sedap masakan yang sedang dibuatnya. Satu lagi. Apakah Anda sudah mengenal "Blue Ocean Strategy? Jika ya, darimana Anda tahu soal itu? Beberapa tahun
lalu ketika banyak manager yang tidak mengenalnya, seorang staff saya berdiri di depan kelas, dan memberi kami ceramah tentang "Blue Ocean Strategy'. Hari ini pun masih banyak manager yang tidak tahu mahluk apa sih 'BOS' itu, bukan?
 
5.      Buatlah kontes dengan hadiah yang menghibur. Hari gini kagak ada kontes? Yang bener aja! Coba lihat di televisi; apapun serba dikonteskan. Itulah yang kami lakukan dengan forum sharing itu. Para manager dan senior saya tugaskan untuk menjadi juri. Di akhir tahun, mereka memberi saya rekomendasi hasil penilaian terhadap setiap staff yang sudah menjadi pembicara dalam forum kami. Dari hasil penilaian para juri itu kemudian kami memutuskan siapa pembicara terbaiknya. Hadiahnya? Beberapa lembar voucher supermarket bernilai beberapa ratus ribu rupiah. Tidak ada budget? Jika Anda adalah seorang pemimpin yang menganggap bahwa budaya belajar itu penting; mengeluarkan beberapa lembar kertas bergambar Bung Karno dari dompet Anda sendiri tidak akan mengurangi kenyamanan yang Anda peroleh dari fasilitas dan bonus yang selama ini Anda nikmati.
 
Ada banyak cara untuk membangun budaya belajar di unit kerja kita. Bahkan sekalipun kita bisa mengundang pembicara belabel #1, #2, #3 dan seterusnya. Lagi pula, Anda tidak mungkin mengundang pembicara #2 ketika semua pembicara T-O-P-B-G-T sama-sama menggunakan label #1 dibelakang namanya, bukan? Tetapi, saya bisa katakan kepada Anda dengan seyakin-yakinnya bahwa Pembicara #1 yang sebenarnya itu adalah orang-orang yang ada di Unit Kerja Anda sendiri. Bukan pembicara bayaran seperti saya. Hebatnya lagi, Anda bisa mengundang The Truly Numero Uno Speakers itu hanya dengan modal Rp.50,000.- saja. Itupun tidak masuk ke kantong mereka, melainkan untuk membeli cemilan kecil yang bisa dimakan bersama-sama.
 
Mari Berbagi Semangat!
Dadang Kadarusman  - 30 Juni 2011
Master Trainer & Natural Intelligence Inventor
Website: http://www.dadangkadarusman.com
 
Catatan Kaki:
Semua orang yang ingin berkembang di unit kerja Anda, mendambakan budaya belajar yang kokoh dan konsisten. Tetapi, butuh komitmen kepemimpinan yang kuat untuk menanam benihnya, dan merawatnya sepanjang waktu.
 
Silakan di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain.

Follow DK on Twitter @dangkadarusman

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
MARKETPLACE

Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.

.

__,_._,___
[gudang-ilmu] Artikel: Berhentilah Mendelegasikan Tugas-Tugas Anda

[gudang-ilmu] Artikel: Berhentilah Mendelegasikan Tugas-Tugas Anda

 

Artikel: Berhentilah Mendelegasikan Tugas-Tugas Anda
 
Hore, Hari Baru! Teman-teman.
 
Mungkin Anda mengira judul artikel saya ini sebagai sebuah lelucon. Bagaimana mungkin saya berani melanggar pakem kepemimpinan yang sudah sejak lama dipakai orang. Bukankah delegating itu merupakan salah satu skill penting dalam kepemimpinan? Saya bersungguh-sungguh mengajak Anda berhenti mendelegasikan tugas-tugas Anda kepada siapapun di kantor Anda. Meskipun 'teknik delegasi' itu sangat cocok untuk mengalihkan tanggungjawab kepada orang lain, atau bisa dijadikan alasan untuk mengeluhkan tentang ketidaksiapan orang lain dalam menerima pendelegasian yang kita berikan; namun 'delegating' sudah tidak lagi mampu menjawab tantangan kepemimpinan di zaman ini. Jadi, sebaiknya berhenti saja mendelegasikan tugas-tugas Anda kepada orang lain.
 
Selama ini kita percaya bahwa untuk bisa menjalankan fungsi kepemimpinan secara efektif, seseorang harus terampil mendelegasikan tugas-tugasnya. Setidak-tidaknya, begitulah yang diajarkan di kelas-kelas training dan buku-buku kepemimpinan. Tetapi, kita sering lupa bawah dunia nyata tidak selalu sejalan dengan teori-teori yang diajarkan. Bukankah teori yang sudah tidak sejalan dengan kebutuhan aktual kita di lapangan, sebaiknya ditinggalkan saja? Bagi Anda yang tertarik untuk menemani saya belajar memahami bahwa delegasi sudah tidak relevan lagi dengan tantangan kepemimpinan yang kita hadapi, saya ajak untuk memulainya dengan menerapkan 5 kemampuan Natural Intelligence berikut ini:  
 
1.      Sadarilah bahwa tanggungjawab kita tidak bisa dialihkan kepada orang lain. Selalu ada peluang yang menggoda untuk melemparkan tanggungjawab kepada orang lain. Dengan begitu kita memiliki lebih banyak waktu luang, dan bisa berkeja dengan lebih santai. Coba ingat-ingat kembali, betapa banyak pemimpin yang melemparkan tanggungjawabnya kepada bawahannya, lalu menyalahkan mereka ketika hasilnya ternyata dinilai tidak memuaskan? Tidak sedikit pemimpin yang terjebak didalam mental blaming seperti ini. Padahal, seperti halnya Anda yang tidak rela jika gaji Anda dialihkan kepada orang lain, maka demikian pula halnya dengan tanggungjawab professional yang Anda pikul; tidak sepatutnya dialihkan kepada orang lain.
 
2.      Sadarilah bahwa pendelegasian menyebabkan orang lain merasa ketiban pekerjaan Anda. Bertanyalah kepada diri Anda sendiri; Apakah Anda menyukai saat-saat ketika seseorang memberikan pekerjaannya kepada Anda? Ketika Anda menilai bahwa seharusnya dia mengerjakan hal itu sendiri, maka hati kecil Anda akan berkata;"kalau perkejaan elo gue yang kerjain, lantas elo ngapain?" Boleh jadi, orang-orang yang Anda beri delegasi pun mengucapkan kata-kata yang sama. Namun, tentu saja tidak keluar dari mulut mereka. Jadi, kalaupun mereka mempersilakan Anda mendelegasikan pekerjaan Anda, mereka berharap agar Anda melakukannya kepada orang lain saja. Siapapun asal jangan mereka.
 
3.      Sadarilah bahwa tidak seorangpun menyukai tugas tambahan. Berapa banyak pekerjaan yang harus Anda selesaikan? Setiap tahun selalu terus bertambah, bukan? Kabar baiknya adalah, hal itu tidak hanya terjadi kepada Anda. Orang lain juga sama. Lihatlah orang-orang disekitar Anda. Kenyataannya, pekerjaan mereka pun sudah banyak sekali, dan itupun masih akan bertambah lagi dari tahun ke tahun. Sekarang, mari kita bayangkan seandainya pekerjaan mereka yang sudah banyak itu ditambah lagi dengan pendelegasian yang Anda berikan kepada mereka. Kira-kira, mereka menerima pendelegasian itu dengan senang hati atau tidak ya? Untuk menemukan jawabannya, bisa Anda tanyakan kepada diri sendiri; seandainya seseorang memberi Anda tugas tambahan. Saya ragu jika Anda menerimanya dengan senang hati. Mengapa? Karena pada dasarnya, tidak seorang pun menyukai tugas tambahan.
 
4.      Sadarilah bahwa orang bisa menerima penugasan dengan perasaan terpaksa. Jika seseorang tidak mungkin menerima tugas tambahan dengan senang hati, maka itu berarti kalaupun menerimanya dia melakukannya dengan perasaan terpaksa. Mungkin mereka terpaksa karena merasa takut. Mungkin takut dimarahi, karena mereka sering kena marah. Mungkin takut di PHK karena mereka sering mendengar seseorang dengan mudah menyanyikan lagu berjudul 'fire'. Mungkin juga takut disebut tidak loyal, dan begitu banyak kemungkinan lain yang menjadikan mereka tekpasa menerimanya. Jenis-jenis keterpakasaan ini hanya bisa dipahami jika Anda mengenakan pakaian berlabel empati.
 
5.      Sadarilah bahwa Anda tidak bisa berharap banyak dari mereka yang merasa terpaksa. Reputasi Anda sangat ditentukan oleh kualitas penyelesaian tugas dan tanggungjawab yang Anda emban. Oleh sebab itu, seseorang yang ingin menjaga reputasinya tetap baik harus memastikan bahwa tidak ada cacat dalam setiap hasil kerjanya. Lantas, apa yang bisa kita harapkan dari orang-orang yang merasa terpaksa melakukan sesuatu selain pekerjaan asal-asalan? Sungguh terlalu beresiko untuk mendelegasikan tugas-tugas Anda yang penting itu kepada orang lain. Karena Anda tidak bisa berharap kualitas kerja dan pencapaian nomor wahid dari mereka yang merasa terpaksa.
 
Jika Anda masih menyimpan keraguan tentang apa yang saya uraikan; Anda tidak sendiri. Memang tidak mudah untuk melepaskan diri dari pakem-pakem lama yang sudah terlanjur mendarah daging. Bahkan banyak yang bersikukuh mengatakan; "Anak buah saya enjoy-enjoy aja tuch dengan pendelegasian yang saya berikan." Ada juga yang bilang;"Kalau mendelagasikannya dengan benar, pasti tidak terjadi hal-hal negatif seperti itu." Tetapi, sudah saatnya untuk menguji kembali premis-premis delegasi yang Anda yakini. Semoga ke-5 aspek diatas bisa memberikan gambaran betapa pendelegasian itu sudah tidak relevan lagi dengan konteks kepemimpinan di abad ini. Tetapi…, jika mendelegasikan tugas itu bukan teknik memimpin yang handal, lantas adakah teknik lain yang bisa diandalkan? Tentu saja ada. Apa itu? Semoga kita memiliki umur panjang untuk membahasnya pada artikel berikutnya ya.
 
Mari Berbagi Semangat!
Dadang Kadarusman  - 27 Juni 2011
Master Trainer & Natural Intelligence Inventor
Website: http://www.dadangkadarusman.com
 
Catatan Kaki:
Kita bisa memahami segala sesuatu tentang mesin-mesin produksi. Tetapi, kita tidak benar-benar mampu memahami manusia yang kita pimpin itu, kecuali hanya sedikit saja.    
 
Silakan di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain.

Follow DK on Twitter @dangkadarusman

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
.

__,_._,___
[gudang-ilmu] Artikel: Sekotak Mainan Untuk Bawahanku

[gudang-ilmu] Artikel: Sekotak Mainan Untuk Bawahanku

 

Artikel: Sekotak Mainan Untuk Bawahanku
 
Hore, Hari Baru! Teman-teman.
 
Apakah Anda masih ingat adegan terakhir dalam The Lost World, salah satu sekuel film Jurassic Park? Ambisi Peter Ludlow - keponakan John Hammond - untuk membawa berbagai hewan Jurassic dari Site-B ke kebun binatangnya di San Diego berantakan karena induk T-Rex mengamuk di perjalanan. Seluruh kru kapal pengangkut tewas mengenaskan. Parahnya lagi, T-Rex itu kabur lalu mengamuk dan mengobrak-abrik seluruh kota San Diego. Induk T-Rex baru tenang setelah menemukan bayinya yang disandra. Sekarang kedua mahluk ganas itu siap dikirim kembali ke habitatnya. Ludlow yang tidak terima rencananya digagalkan segera naik ke kapal untuk menangkap bayi T-Rex yang kakinya patah itu. Namun niatnya tidak berjalan lancar karena ternyata, induk T-Rex sudah mulai sadar dari pengaruh peluru berisi obat bius. Sekarang dia terjebak dalam palka kapal bersama dua mahluk ganas itu.
 
Film itu penuh dengan adegan keganasan T-Rex saat menangkap dan mencabik-cabik mangsanya. Tetapi, di palka kapal itu dia tidak segera menerkam Ludlow. Mengapa? Karena sekarang dia menghadiahkan orang serakah itu sebagai mainan untuk bayinya. Masih ingat bagaimana induk T-Rex itu menemaninya bereksperimen dengan 'mainan' barunya? Melihat adegan itu, saya menjadi faham; mengapa T-Rex dewasa sedemikian perkasa dan terampilnya menerkam mangsa. Di kantor, kita juga sama. T-Rex dewasa itu seperti atasan. Sedangkan bayi T-Rex itu mewakili para bawahan. Jika Anda seorang atasan; bersediakah Anda menghadiahi para bawahan Anda dengan sekotak mainan agar mereka bisa bereksperimen sambil belajar untuk menjadi professional yang handal? Bagi Anda yang tertarik untuk menemani saya belajar menempa dan mengembangkan bawahan, saya ajak untuk memulainya dengan menerapkan 5 kemampuan Natural Intelligence berikut ini:  
 
1.      Ingatlah bahwa dulu, Anda pun sama culunnya dengan mereka. Ini adalah landasan pertama untuk memahami bawahan. Banyak atasan yang kesal kepada bawahannya yang dianggap tidak becus, tidak kompeten, tidak bisa diandalkan. Mungkin memang ada bawahan yang masuk kategori seperti itu. Tetapi jika para bawahan Anda diterima melalui serangkaian system seleksi yang handal, berarti sebenarnya mereka memiliki semua potensi yang dibutuhkan untuk berkembang. Kalau saat ini mereka masih 'belum becus, belum kompeten, dan belum bisa diandalkan' seperti penilaian Anda; maka patutlah Anda ingat kembali bahwa dulu, mungkin Anda pun sama culunnya dengan mereka. Sesekali, buka album foto Anda. Maka Anda akan menyadari bahwa setiap manusia memiliki periode-periode perkembangan selama hidupnya. Jika Anda hebat, sekarang; tidak berarti sudah sehebat ini beberapa puluh tahun lalu. Jika Anda bisa berkembang, maka anak buah Anda juga demikian.  
 
2.      Sadarilah bahwa Anda bukan saudara kembar identik mereka. Boleh saja jika Anda ingin mengatakan; "Dulu, aku tidak seperti kamu!" Mungkin, sejak awal bekerja Anda sudah menjadi pekerja keras. Sedangkan bawahan Anda, tidak. Mungkin, Anda sangat cepat belajar. Sedangkan bawahan Anda membutuhkan waktu lebih lama. Mungkin Anda tahan banting. Sedangkan bawahan Anda menangis hanya karena Anda memakinya. "Jangan cengeng! Boss-ku dulu lebih keras kepadaku. Aku tidak apa-apa!!!" Ukuran sepatu kita saja berbeda, bagaimana mungkin bawahan kita bisa merasakan sepatu kita? Bahkan jika Anda seorang workaholic yang baru keluar dari kantor jam 11 malam, Anda tidak bisa memaksakan bawahan untuk melakukan hal yang sama. Mengapa? Karena mereka bukan saudara kembar identik Anda. Setiap pribadi itu unik. Dan seseorang tidak harus menyamakan kepribadiannya  dengan Anda untuk bisa sukses seperti Anda. Kita bisa berhasil, dengan keunikan yang dimiliki
 masing-masing.
 
3.      Berilah kesempatan kepada mereka untuk bereksperimen. Keahlian kita didapatkan dari pengalaman, bukan dari buku dan ruang kuliah. Makanya, tidak fair jika sebagai atasan kita menuntut para bawahan yang minim pengalaman untuk memiliki kompetensi yang tinggi. Terus dimana mereka bisa mendapatkan pengalaman itu? Tidak ada tempat lain yang lebih baik selain tempat kita. Mereka adalah anak buah kita. Maka kitalah yang bertanggungjawab untuk memberinya kesempatan untuk memupuk pengalaman sebanyak-banyaknya. Jika Anda ingin mereka ahli mengolah data, misalnya; maka tidak ada cara lain selain memberinya setumpuk data dan mengijinkan mereka bereksperimen dengan data-data itu. Bagaimana kalau salah? Namanya juga proses pengembangan. Ada periode belajar dan bertambahnya keterampilan yang harus dilalui. Jika Anda berhasil memberikan kesempatan itu, dan mereka berhasil memanfaatkannya; maka Anda pasti memiliki bawahan yang handal. Tapi kan beresiko kalau
sampai mereka melakukan kesalahan fatal? Ya dikasih sesuai dengan porsi dan perkembangan kemampuannya dong.
 
4.      Hadirlah disana saat mereka membutuhkan Anda. Ketika bayi T-Rex itu berhadapan dengan Ludlow sendirian, dia sangat ketakutan. Tapi saat dia tahu ada induknya yang menemani, dia langsung memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Induk T-Rex tidak harus ikut menggigit mangsa. Tidak pula mesti ikut dalam permainan untuk membuatnya berani bereksperimen. Bawahan kita juga sama. Mereka tidak memerlukan atasannya untuk langsung turun tangan berlumur lumpur, dan berbasuh peluh. Mereka hanya butuh atasannya 'hadir' disisinya. Hadir bukan dalam pengertian fisik, melainkan mereka tahu bahwa Anda selalu ada untuk mendukung, menyokong, dan memberi penghiburan. Bahkan ketika orang lain menyudutkannya, Anda ada untuk melindunginya. Jangan ikut-ikutan menjadi atasan yang gemar menimpakan kesalahan pada bawahan. Justru mereka butuh Anda untuk menjadi backup dalam setiap tindakan yang dilakukannya secara professional. Hadirlah disana bersama komitmen Anda
untuk menjadi sandaran yang bisa diandalkan oleh para bawahan.
 
5.      Bantulah mereka untuk menjadi dirinya sendiri. Kita semua tahu betapa sulitnya untuk menjadi diri sendiri. Terlalu banyak hujatan dan penghakiman dari luar sehingga kebanyakan orang akhirnya memilih untuk 'menyesuaikan diri'. Padahal, setiap kali seseorang 'menyesuaikan diri', itu artinya kita kehilangan sebuah peluang untuk membangun keunikan. Kita menganggap hal itu sebagai sebuah kelaziman, sambil tak henti-hentinya menggembar-gemborkan soal pentingnya menjadi unik. Hanya perusahaan yang unik yang akan terus bertahan. Hanya produk yang unik yang akan langgeng di pasaran. Hanya orang yang unik yang bisa membangun setiap keunikan. Tapi kita tidak memberi ruang kepada orang-orang yang kita pimpin untuk menjadi dirinya sendiri. Ironis, bukan? Menjadi diri sendiri itu bukan berarti boleh bertindak sesuka hati. Melainkan memiliki ruang dan kemampuan untuk mengeksplorasi kapasitas dirinya hingga di tingkatan yang paling tinggi. Bayangkan
jika kita bisa membantu para bawahan untuk menjadi dirinya sendiri. Bukan sekedar lebih bahagia saat bekerja, mereka juga bisa menghasilkan produk atau kinerja yang belum pernah kita dapatkan sebelumnya.
 
Sudah tidak zamannya lagi untuk memandang para bawahan sebagai orang-orang yang tidak kompeten. Mereka yang diseleksi secara ketat itu pasti memiliki potensi untuk berkontribuisi sesuai harapan. Jika mereka tidak juga berhasil memperlihatkan kualitas diri dan kinerja tinggi, mungkin karena memang mereka kurang usaha dan komitmen untuk mengembangkan diri mereka sendiri. Tetapi, boleh jadi juga hal itu disebabkan karena kita tidak memberi mereka 'mainan' yang cukup untuk bereksperimen.
 
Mari Berbagi Semangat!
Dadang Kadarusman  - 24 Juni 2011
Master Trainer & Natural Intelligence Inventor
Website: http://www.dadangkadarusman.com
 
Catatan Kaki:
Pekerjaan adalah sebuah permainan. Dan seperti permainan lainnya yang menyenangkan, kita bisa bekerja dengan penuh suka cita dan keceriaan.  
 
Silakan di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain.

Follow DK on Twitter @dangkadarusman

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
.

__,_._,___
[gudang-ilmu] Artikel: Sepasang Kacamata Untuk Atasanku

[gudang-ilmu] Artikel: Sepasang Kacamata Untuk Atasanku

 

Artikel: Sepasang Kacamata Untuk Atasanku
 
Hore, Hari Baru! Teman-teman.
 
Sesekali saya menemani anak lelaki kami yang berusia 7 tahun untuk menonton film kesukaannya; Shaun The Sheep. Film tentang seekor domba yang diternakan oleh seorang petani bersama domba-domba penghasil wol lainnya dan seekor anjing penjaga. Shaun adalah domba yang paling kecil, kurus, dan kerempeng sehingga bulu-bulu yang dihasilkannya sangat sedikit. Tapi Shaun memiliki kecerdasan yang sangat tinggi dan hati yang jernih. Suatu ketika sang petani kehilangan kacamatanya, sehingga dia tidak bisa melihat dengan jelas. Karena penglihatannya yang terganggu, maka petani itu tidak bisa melakukan pekerjaannya dengan baik. Semua yang dilakukannya menjadi salah, padahal tak seorang pun tinggal didaerah itu untuk membantunya melihat dengan lebih baik. Apa yang dilakukan oleh Shaun si domba kurus itu?
 
Shaun berpikir keras untuk menolong sang petani sampai akhirnya dia berhasil membuatkan sepasang kacamata untuk tuannya itu. Maka pada saat yang paling kritis, Shaun bisa membantunya untuk melihat lebih jelas, sehingga tuannya bisa kembali menjalankan tugas-tugas hariannya dengan baik. Menyaksikan film itu saya menjadi teringat tentang kita. Khususnya yang memilih untuk menjadi karyawan professional. Petani itu bagaikan atasan yang menggembalakan, sedangkan para karyawan adalah domba-dombanya yang mereka jaga dan arahkan. Seperti petani itu, atasan kita tidak selamanya benar. Namun, disaat kita tahu atasan kita melakukan kekeliruan, apa yang kita lakukan? Bagi Anda yang tertarik untuk menemani saya belajar mengambil peran positif disaat atasan melakukan kesalahan, saya ajak untuk memulainya dengan menerapkan 5 kemampuan Natural Intelligence berikut ini:  
 
1.      Berilah atasan Anda ruang untuk melakukan kesalahan. Secara tidak langsung kita sering menuntut atasan untuk melakukan keajaiban. Salah satu keajaiban yang kita tuntut adalah; mereka tidak boleh salah. Jangan terlalu membanggakan atasan yang tidak pernah berbuat salah. Karena hanya ada 2 kemungkinan bagi mereka yang tidak pernah salah, yaitu; (i) tidak  melakukan apapun, atau (ii) tidak belajar sesuatu yang baru dalam hidupnya. Anda justru harus memberi ruang kepada atasan Anda untuk melakukan kesalahan konstruktif. Yaitu kesalahan yang dilakukannya dalam usaha untuk semakin mengembangkan teamnya, meraih pencapaian yang lebih tinggi, serta bereksperimen dengan hal-hal yang baru. Jika Anda menilai kesalahan atasan sebagai sesuatu yang tabu, maka atasan Anda juga tidak akan mengambil resiko untuk melakukan hal-hal besar. Mengapa? Karena atasan pun menginginkan penilaian yang baik dimata bawahannya.
 
2.      Sadarilah bahwa kita pun bisa melakukan kesalahan yang sama. Ketika atasan melakukan kesalahan, apa yang dilakukan oleh bawahan? Pada umumnya mereka menggunjingkan kesalahan atasannya di toilet atau di kantin-kantin. "Orang G0610K begitu kok diangkat jadi manager!" begitu ejekan yang sering kita dengar. Saya sudah cukup banyak menyaksikan fakta bahwa mereka yang dulunya sering mengkritik atasannya tentang cara memimpin ternyata juga tidak hebat-hebat amat ketika kebagian giliran dirinya yang mengambil tampuk kepemimpinan. Terimalah kenyataan bahwa kita ini manusia biasa. Selama tidak melanggar integritas, maka wajar jika melakukan kesalahan. Oleh sebab itu setiap kali menemukan atasan kita melakukan kesalahan, maka sebelum memakinya dalam hati atau mentertawakannya dibelakang mereka; mawas dirilah terlebih dahulu. Bukankah kita juga bisa melakukan kesalahan yang sama?
 
3.      Sadarilah bahwa kita ada untuk menjadi penolong bagi atasan. Setiap bawahan itu ada untuk menolong atasan menyelesaikan tugas-tugasnya dalam mencapai business objective-nya. Ini yang sering tidak disadari oleh para bawahan. Padahal, tidak butuh mengerti tentang Balance Score Card dulu untuk memahami hal ini. Kinerja semua orang dalam organisasi saling mempengaruhi satu sama lain. Apalagi antara atasan dengan bawahan. Makanya strategic objective setiap atasan selalu diturunkan kepada bawahannya, bukan malah sebaliknya. Dari presiden direktur ke para direktur, lalu manager dan kemudian staffnya masing-masing. Dengan begitu akan ada keselarasan antara apa yang dikerjakan oleh atasan dan bawahan dengan porsinya masing-masing. Jika para atasan itu bisa melakukan semuanya sendiri maka dia tidak butuh bawahan. Itu artinya posisi yang kita pegang itu tidak perlu ada. Mengapa sekarang jadi ada? Karena para atasan membutuhkan seseorang yang
membantunya untuk mentjapai boesiness obdjective mereka. Hal itu berarti bahwa setiap bawahan yang tidak bisa memainkan perannya, tidak cocok untuk diberi kepercayaan itu.
 
4.      Fahamilah bahwa atasan membutuhkan kita untuk melihat lebih jernih. Banyak bawahan yang bisanya hanya mengkritik atasan tanpa bisa berkontribusi pada perbaikan. Jika sikap itu dibumbui oleh rasa iri atau tidak suka, maka kemudian akan berkembang kepada kasak-kusuk untuk menjatuhkan. Apa yang dilakukan oleh Shaun? Dia tidak mentertawakan atasannya yang berkelahi dengan orang-orangan sawah  karena kelamuran pandangan tuannya itu membuat dia mengira ada yang hendak mencuri dombanya. Shaun 'melerai' perkelahian itu. Ketika tuannya keliru menggunting tumpukan jerami yang dikiranya wol domba yang sudah siap dicukur, Shaun berpikir keras; bagaimana caranya membuat sang tuan kembali dapat melihat dengan lebih baik? Ketika dia berhasil mendapatkan kacamata itu, maka dia memasangkannya dimata tuannya. Maka seketika itu pula sang petani bisa melihat dengan jernah apa yang sesungguhnya terjadi di tanah pertaniannya. Semuanya berjalan lancar setelah
itu. Bisakah kita membantu atasan untuk melihat lebih jernih?
 
5.      Posisikanlah diri Anda sebagai pemberi solusi. Mencari masalah itu gampang. Bahkan tanpa dicari pun masalah mah pasti datang. Kalau kita hanya bisa menambah masalah, maka sebenarnya kita merupakan bagian dari masalah itu sendiri. Saat seseorang membuang masalah itu, maka bisa jadi kita pun harus ikut dibuang juga. Mencari solusi, itulah yang memiliki nilai seni. Hanya sedikit orang yang bisa melakukannya, sehingga orang-orang yang berfokus kepada upaya untuk memberikan solusi masih termasuk mahluk langka. Seperti hukum supply dan demand, harga orang-orang yang bisa memberikan solusi ini sangat tinggi sekali. Makanya, aneh sekali jika kita ingin dibayar lebih tinggi tetapi tidak memposisikan diri sebagai pemberi solusi. "Be the part of the solution, not the problem." Begitu nasihat guru management saya. Saya berani bersaksi jika nasihat itu benar. Karena saya sendiri pernah mempraktekannya. Dan hasilnya? Hmm, Anda buktikan saja sendiri.
Berfokuslah untuk memberikan solusi, maka Anda akan merasakan sendiri bagaimana keajaiban karir dan penghasilan mendatangi Anda.
 
Jika Anda melihat kesalahan para atasan. Tetaplah bersikap positif terhadap kesalahan atasan Anda, dan berfokuslah untuk berkontribusi dalam melakukan perbaikan. Toh suatu saat nanti boleh jadi Anda pun akan menjadi seorang atasan. Apalagi jika saat ini Anda juga sudah punya anak buah. Boleh jadi, kekurangan yang Anda lihat pada atasan Anda itu sesungguhnya adalah kelemahan Anda sendiri dimata anak buah Anda. Tidak zaman lagi untuk terus berusaha melihat semut diseberang lautan, sambil mengabaikan gajah yang melambai-lambaikan belalainya persis dimuka kita sendiri. Berhentilah menilai atasan secara negatif. Dan mulailah mempraktekkan ke-5 uraian diatas, sekarang juga.
 
Mari Berbagi Semangat!
Dadang Kadarusman  - 23 Juni 2011
Master Trainer & Natural Intelligence Inventor
Website: http://www.dadangkadarusman.com
 
Catatan Kaki:
Ketika atasan kita melakukan kesalahan, mereka membutuhkan sepasang kacamata yang kita buatkan agar bisa melihat lebih jelas dan kembali menjalankan fungsinya dengan lebih baik.
 
Silakan di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain.

Follow DK on Twitter @dangkadarusman

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
.

__,_._,___
[gudang-ilmu] Artikel: Employee Engagement Itu Siapa Yang Butuh Sih?

[gudang-ilmu] Artikel: Employee Engagement Itu Siapa Yang Butuh Sih?

 

Artikel: Employee Engagement Itu Siapa Yang Butuh Sih?
 
Hore, Hari Baru! Teman-teman.
 
Dalam artikel sebelumnya kita telah membahas tentang tindakan-tindakan yang dapat dilakukan oleh seorang atasan untuk meningkatkan employee engagement para karyawan di unit kerjanya masing-masing. Boleh jadi, sekarang para atasan sedang mencoba mempraktekannya di kantor kita. Sekalipun demikian, upaya itu tidak akan pernah berhasil jika sebagai bawahan kita tidak mengambil porsi tanggungjawab untuk turut mewujudkannya juga. Lho, bukankah meningkatkan employee engagement itu tanggungjawab perusahaan dan atasan kita? Benar. Tetapi jika kita sendiri tidak peduli, maka semua upaya itu akan sia-sia saja. Terus, mengapa kita harus peduli sih? Memangnya siapa yang butuh employee engagement? Namanya juga employee engagement, ya management dong yang lebih berkepentingan? Argumen-argumen itu benar. Sekaligus keliru.
 
Benar karena employee engagement mempengaruhi suasana dan kinerja perusahaan. Keliru karena perusahaan bisa mengganti kita dengan karyawan yang lebih baik, sedangkan kita tidak bisa semudah itu mengganti perusahaan. Lebih keliru lagi karena rendahnya tingkat engagement kita ternyata sangat berpengaruh buruk kepada kesehatan fisik maupun mental kita sendiri. Oleh sebab itu, kita mesti mulai iklhas menerima dan menjalani profesi yang kita pilih. Jika tidak, maka kita akan terkena pengaruh buruknya, baik secara fisik maupun mental. Bagi Anda yang tertarik untuk menemani saya belajar memahami dampak negatif rendahnya employee engagement (EE) kepada pekerjaan, saya ajak untuk memulainya dengan memahami 5 sudut pandang Natural Intelligence berikut ini:  
 
1.      Rendahnya EE merusak suasana hati sendiri. Rendahnya EE ditandai dengan ketidakikhlasan Anda terhadap pekerjaan atau penugasan yang Anda terima. Jika Anda tidak ikhlas dengan pekerjaan Anda, apakah saat bangun pagi Anda akan merasa senang? Tidak. Anda justru akan menyesali mengapa setiap hari tanggalnya tidak merah semua. Sejak hari Senin hingga Jumat suasana hati Anda terus buruk. Ketika Sabtu tiba, kekesalan Anda masih tersisa. Sedangkan di hari minggu, Anda sudah memikirkan kembali bahwa besok, adalah hari Senin. Banyak orang yang tidak menyadari jika suasana hatinya telah dirusak oleh rendahnya engagement mereka terhadap pekerjaan. Karena itu, mereka mengira perasaan tidak enak saat pergi kerja adalah hal biasa. Padahal, itu harus segera dibenahi.
 
2.      Rendahnya EE menyiksa diri sendiri. Banyak orang yang tahu jika bersikap negatif kepada pekerjaan adalah salah satu cara efektif untuk menunjukkan rendahnya EE. Dan banyak orang yang mengira bahwa bersikap negatif kepada pekerjaan juga sangat efektif untuk 'memberi pelajaran' kepada atasan-atasan mereka. Kenyataannya, para atasan yang cerdas tidak terlalu ambil pusing dengan sikap anak buahnya terhadap pekerjaan. Selama tugas-tugas anak buahnaya diselesaikan dengan baik, mereka tidak terlalu mempermasalahkan sikap. Dan jika sikap anak buahnya sudah kelewatan, mereka juga tidak terlalu ambil pusing. Karena mereka memiliki kekuatan untuk menggantinya dengan orang-orang yang lebih baik. Makanya, keliru jika kita mengira bisa 'mengirim pesan' negatif kepada atasan dengan cara itu. Sebab, rendahnya EE kita hanyalah akan menyiksa diri kita sendiri.
 
3.      Rendahnya EE menurunkan hasil penilaian kinerja. Misalnya, Anda adalah seorang atasan yang mempunyai anak buah dengan EE yang sangat rendah. Apakah di akhir tahun Anda akan memberi penilaian kinerja yang baik kepadanya? Anda mungkin memberi nilai bagus untuk penyelesaian tugas-tugas sesuai job desc. Tetapi performance appraisal tidak melulu soal selesai atau tidaknya pekerjaan, melainkan juga penilaian tentang perilaku dan sikap karyawan. Jika Anda pun tidak akan pernah memberi nilai bagus kepada anak buah yang punya EE rendah, maka mengapa Anda berharap atasan memberi nilai tinggi kepada Anda yang memiliki EE sama rendahnya? Hukum yang sama pasti berlaku; atasan Anda pun tidak akan pernah memberi penilaian kinerja yang baik kepada Anda jika engagement Anda kepada pekerjaan juga rendah.
 
4.      Rendahnya EE menyebabkan timbulnya penyakit. Ada orang yang memasabodohkan penilaian kinerja atasannya. "Percuma!" katanya. "Tidak ada pengeruhnya kepada kenaikan gaji, juga." Begitu komentar yang lazim saya dengar. "Bonus saya tidak ada kaitanya dengan appraisal Pak," kata yang lainnya. Anda boleh tidak peduli seperti mereka itu. Tetapi, penting bagi Anda untuk mengetahui bahwa penelitian yang dilakukan di tingkat global menunjukkan adanya hubungan yang erat antara rendahnya EE dengan penyakit-penyakit yang diderita seorang karyawan. Diantara penyakit yang berkaitan dengan rendahnya EE adalah; sakit kepala, pusing, asam lambung, dan stress yang tidak kunjung sembuh. Menurut pendapat Anda, pentingkah kesehatan itu? Jika iya, naikkah tingkat engagement Anda kepada pekerjaan. Karena rendahnya EE terbukti menyebabkan timbulnya berbagai macam penyakit fisik dan mental yang berkepanjangan.
 
5.      Rendahnya EE menjauhkan kesempatan dipromosi. Tidak perduli betapa banyaknya peluang promosi di tempat kerja Anda, jika hasil penilaian kinerja tahunan Anda buruk, ditambah dengan kesehatan fisik dan mental Anda yang juga buruk, maka kecil sekali kemungkinannya bagi Anda untuk mendapatkan promosi itu. Lagi pula, orang lain bisa dengan mudah merasakan jika Anda tidak benar-benar ikhlas dengan pekerjaan Anda. Orang lain juga tahu jika Anda tidak nyaman di kantor. Jadi, orang lain juga punya alasan untuk mendukung Anda dipromosikan. Padahal setahu saya, sebelum keputusan promosi dibuat; nama setiap kandidat terlebih dahulu 'diedarkan' kepada beberapa pengambil keputusan untuk diberi komentar dan masukan. Jadi jika Anda ingin dipromosi, maka pastikan bahwa Anda memiliki tingkat engagement yang tinggi. Karena rendahnya EE hanya akan semakin menjauhkan Anda dari kesempatan untuk dipromosi.
 
Siapa yang lebih berkepentingan dengan engagement selain karyawan sendiri? Tidak ada. Kita sendirilah yang paling berkepentingan. Karena itu, berhentilah menyalahkan perusahaan dan atasan Anda untuk rendahnya tingkat engagement Anda kepada perusahaan. Andalah yang paling berkepentingan. Dan Andalah yang bisa membenahinya untuk diri Anda sendiri.
 
Mari Berbagi Semangat!
Dadang Kadarusman  - 22 Juni 2011
Master Trainer & Natural Intelligence Inventor
Website: http://www.dadangkadarusman.com
 
Catatan Kaki:
Sesehatan fisik dan mental seorang karyawan sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya tingkat engagement yang dia miliki terhadap pekerjaan.
 
Silakan di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain.

Follow DK on Twitter @dangkadarusman

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
MARKETPLACE

Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.

.

__,_._,___
[gudang-ilmu] Mohon doa restu teman-teman – Akhirnya kelar juga

[gudang-ilmu] Mohon doa restu teman-teman – Akhirnya kelar juga

 

Dear teman-teman,
Alhamdulillah akhirnya naskah final buku terbaru saya kelar pagi ini.
Buku itu berjudul "Tuhan, Terimalah Taubatku" (Pengakuan Dosa Seorang Hamba).
Jika semuanya berjalan sesuai rencana, semoga bisa hadir di toko buku pada minggu ke-2 atau ke-3 bulan Juli 2011. Mohon doa dari teman-teman semuanya ya.
 
Salam,
Dadang kadarusman
www.dadangkadarusman.com

Follow DK on Twitter @dangkadarusman

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
MARKETPLACE

Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.


Find useful articles and helpful tips on living with Fibromyalgia. Visit the Fibromyalgia Zone today!

.

__,_._,___
[gudang-ilmu] Artikel: Lebih Suka Tinggal Di Kemah Atau Di Rumah?

[gudang-ilmu] Artikel: Lebih Suka Tinggal Di Kemah Atau Di Rumah?

 

Artikel: Lebih Suka Tinggal Di Kemah Atau Di Rumah?
 
Hore, Hari Baru! Teman-teman.
 
Selesai latihan yoga hari senin kemarin saya dijemput istri. Sebelum pulang, kami mampir ke sebuah pusat perbelanjaan. Ada sebuah tenda mungil yang sedang promo disana. Istri saya bilang;"Yah, kayaknya seru deh kalau anak-anak dibelikan tenda itu." Maka kami pun membelinya satu. Jika Anda diminta untuk memilih tinggal didalam kemah atau di rumah, Anda pilih mana? Seorang pecinta alam, mungkin lebih memilih berkemah daripada tinggal di rumah. Tapi, itupun tidak mungkin dijalaninya setiap hari, bukan? Segemar-gemarnya Anda berkemah, pasti akhirnya pulang juga ke rumah. Ingatkah Anda bahwa dunia yang kita tinggali ini mirip seperti tenda berkemah? Jika tiba saatnya nanti, pasti kita akan dipanggil pulang untuk kembali ke 'rumah'.
 
Begitu kami tiba di rumah, dua anak kami yang masih SD langsung memburu. Mengobrak-abrik bagasi mobil untuk mencari sesuatu. Begitu ditemukannya tenda itu, mereka melompat kegirangan. Sekitar setengah jam kemudian, tenda itu sudah terpasang di halaman belakang. Mereka lalu sibuk membenahi tenda itu dengan matras, mainan, lampu senter, makanan dan minuman, buku-buku serta semua yang mereka inginkan. Melihat tingkah mereka, saya jadi teringat bahwa dunia yang saya tinggali ini juga perlu dibenahi. Tepatnya, saya diingatkan bahwa jika saya menginginkan kehidupan yang enak dan nyaman untuk ditinggali, maka saya harus membenahi kehidupan itu sendiri. Bagi Anda yang tertarik untuk menemani saya belajar cara membenahi kehidupan, saya ajak untuk memulainya dengan memahami 5 kemampuan Natural Intelligence berikut ini:  
 
1.      Antusiasme menjadikan hidup kita penuh gairah. Home sweet home, tidak ada tempat seindah rumah. Sebagus apapun sebuah tenda, tentu tidak senyaman rumah. Tetapi anehnya, mengapa anak-anak saya lebih suka berada dalam kemah daripada di rumah? Antusiasmelah yang membangkitkan segala keceriaan mereka.  Kita sering merasa lelah dan tidak bergairah. Seolah hidup tidak lebih dari sekedar kewajiban untuk menanti jarum jam bergerak detik demi detik dalam detaknya. Jika suatu saat kelak Anda memiliki perasaan seperti itu, maka periksalah; apakah Anda masih memiliki antusiasme? Jika tidak, maka hidupkanlah api antusiasme itu sekali lagi. Karena antusiasme mampu menjadikan hidup kita kembali bergairah.   
 
2.      Rajin-rajinlah berkonsultasi dengan pemilik rumah. Saya harus kembali bekerja. Namun kali ini tidak bisa berkonsentrasi. Anak-anak bolak balik memanggil saya, lalu menanyakan tentang cara memasang pasak di tanah. Nanti memanggil lagi untuk bertanya bagaimana menyambung tiang-tiang. Kemudian memanggil lagi untuk ini dan memanggil sekali lagi untuk itu. Sampai tenda itu benar-benar berdiri dengan sempurna. Dunia ini ada pemiliknya. Dia yang menciptakannya tahu seluk beluknya. Sedangkan kita yang hanya tinggal saja tidak benar-benar tahu segalanya. Maka sudah sepatutnya kita sering berkonsultasi kepada yang menciptakan dunia yang kita tinggali. Mendekatlah kepadanya, bukan menjauhinya. Sebab hanya dengan kedekatan itulah kita bisa mendapatkan petunjuk tentang cara menjalani hidup sesempurna-sempurnanya.
 
3.      Membuka diri dari lingkungan. Anak-anak mengeluh tentang pengapnya udara didalam tenda. Setelah saya cek, ternyata lubang ventilasinya tertutup rapat. Hidup kita juga sering terasa pengap. Padahal, solusinya sederhana saja; membuka diri dengan dunia disekitar kita. Menutup diri adalah penyebab bagi tidak mengalirnya energy. Dan menutup diri adalah biang dari segala kesempitan pandangan, kesesakan dalam dada, dan keterbatasan wawasan. Makanya, tidak heran jika kita semakin bahagia ketika semakin bersedia untuk membuka diri. Biarkan karbondioksida sisa pernafasan kita itu mengalir keluar. Nanti alam akan menukarnya dengan udara kaya oksigen. Biarkan energy yang ada dalam diri kita itu mengalir dan berkontribusi kepada lingkungan. Nanti dunia yang lebih besar akan memberi sokongan. Karena ketika kita bersedia membuka diri kepada lingkungan, maka lingkungan bersedia menerima kita dengan tangan terbuka. Lalu hilanglah kesempitan yang pernah kita
rasakan.
 
4.      Melindungi diri terhadap gangguan dari luar. Di musim panas seperti sekarang nyamuk berseliweran didalam rumah kami. Apalagi di halaman belakang tempat anak-anak berkemah. "Cepat tutup kelambunya!" kata ibu mereka. Maka setelah kelambu itu ditutup, kehebohan karena gigitan nyamuk pun tidak terdengar lagi. Hidup kita kadang menjadi incaran pengaruh-pengaruh negatif dari luar. Jika kita tidak memiliki pertahanan, maka kita bisa kehilangan kendali atas hidup kita sendiri. Kita tidak bisa melarang nyamuk untuk menyerang, tetapi bisa memasang kelambu untuk mencegahnya memasuki tenda kemah kita. Kita juga tidak bisa melarang orang lain melakukan apapun sesuka hati mereka. Tetapi kita bisa memasang 'benteng' pertahanan didalam diri kita untuk mencegah pengaruh buruk mereka merusak kehidupan kita.
 
5.      Ada tempat yang akan kita tinggali lebih lama lagi. Hari sudah larut malam. Udara di luar terasa dingin hingga serasa menusuk menembus tulang. Sekarang, anak-anak sudah tertidur didalam tenda. Tidak ada lagi gelak tawa dan canda mereka. Meski mereka ingin tinggal lebih lama, namun sebagai orang tua kami ingin agar mereka tidur didalam rumah saja. Lalu kami memboyong mereka kedalam kamar, meninggalkan tenda kesukaan mereka. Hidup kita tidak jauh beda. Meskipun kita masih kerasan untuk menjalaninya, namun akan ada saatnya Sang Pemilik Hidup menghendaki kita pulang. Ketika keputusan itu telah tiba, maka tidak mungkin kita kuasa untuk menolaknya. Maka bersiaplah, karena ada tempat kembali yang akan kita tinggal lebih lama lagi.
 
Kehidupan kita hanyalah sementara saja. Tidak mungkin selama-lamanya. Maka sudah selayaknya jika kita mengisi hidup yang singkat ini dengan segala sesuatu yang penuh makna. Bergembiralah dalam menjalaninya, dan bersiap-siaplah dengan bekal pulang secukupnya. Agar kegembiraan hidup yang telah kita jalani di dunia, dapat dilanjutkan dengan kebahagiaan di alam keabadian.
 
Mari Berbagi Semangat!
Dadang Kadarusman  - 21 Juni 2011
Natural Intelligence Inventor
http://www.dadangkadarusman.com/training-programs/
Contact person in-house training: Ms. Vivi - 0812 1040 3327
 
Catatan Kaki:
Setiap kali pergi berkemah, kita pasti akan pulang ke rumah. Maka begitulah hidup kita adanya. Suatu saat nanti, kita juga harus pulang ke rumah Tuhan yang maha megah.
 
Silakan di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain.

Follow DK on Twitter @dangkadarusman

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
.

__,_._,___

Blogger news